JAYAPURA (PT) – Pemerintah Provinsi Papua bersama MRP dan kabupaten/kota sepakat menolak seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) atau online tetapi menggunakan sistem offline.

Hal ini ditegaskan Sekda Papua, TEA Hery Dosinaen, SIP, MKP kepada wartawan usai melakukan pertemuan dengan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Papua, Nicolaus Wenda dan perwakilan tenaga Honorer K2 di ruangan pertemuan Sekda Papua, Selasa (18/9).

“Ini kesepakatan bersama yang nanti akan disampaikan ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas hasil aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan dari daerah dan juga honorer,” kata Hery Dosinaen.

Menurutnya, kesepakatan itu sudah disampaikan ke gubernur. Untuk selanjutnya gubernur bersama MRP, DPR Papua dan para bupati/kota akan ke Jakarta bertemu Presiden meminta formasi khusus untuk tanah Papua.

Sementara mengenai pengangkatan tenaga honorer K2 menjadi pegawai, Pemprov Papua akan mengundang bupati/wali kota pada 24 September 2018 untuk memberikan laporan data base jumlah tenaga honorer K2.

“Kita akan undang bupati/wali kota agar mereka memberikan laporan sesuai data. Jangan sampai ada penumpukan honorer dimana mereka yang akan diperjuangkan dalam formasi khusus,” tandasnya.

Walaupun demikian, lanjutnya, kewenangan pengangkatan pegawai ditentukan oleh gubernur sebagai pembina kepegawaian dan bupati/wali kota, karena kepala daerah yang lebih mengetahui kondisi daerah.

Sementara mengenai pengangkatan tenaga honorer, masih menunggu petunjuk dari Kementerian Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi (Kemanpan-RB).

“Kita sudah perjuangkan, namun sampai saat ini belum ada jawaban rill walaupun Menpan ganti Menpan,” tegasnya.

Sekda Hery Dosinaen mengimbau kepada bupati/wali kota serta pimpinan SKPD di lingkungan Provinsi Papua agar tidak lagi melakukan perekrutan tenaga honorer.

“Namun pegawai yang ada diberdayakan, tugas dibagi habis, sehingga semua melakukan tugas. Jangan sampai merekrut tenaga honorer yang justru menjadi beban yang sangat luar biasa,” tandasnya.

Disinggung mengenai kuota penerimaan CPNS tahun 2018, ia mengaku, sampai saat ini belum ada kepastian dari dari Menpan-RB.

“Kami sampai saat ini belum tau informasi kuota untuk Papua seperti. kalau memang ada penerimaan umum itu proses seleksinya lewat offline bukan online,” terangnya.

Senada dengan itu, Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan pada prinsipnya mendukung apa yang sudah disepakati pemerintah daerah, khususnya soal OAP. Mengingat penerimaan CPNS 2018 terlihat tidak ada peluang yang dikhususkan untuk orang Papua.

“Ini konsekuensi dari pada moratorium yang cukup lama sehingga pencari kerja sudah menumpuk. Oleh karena itu, solusi yang kami bisa ambil adalah menyampaikan ke presiden agar ada formasi khusus untuk Papua,” kata Murib.

Mengenai formasi yang diinginkan, ujar Murib, akan terungkap pada saat rapat nanti bersama Gubernur, DPR Papua, MRP dan para bupati serta wali kota se Papua, 24 September 2018.

“Dari situ baru akan terungkap berapa tenaga kerja atau honorer yang ada di provinsi maupun kabupaten/kota, barulah akan dibuat kuota khusus yang akan disampaikan ke presiden,” ujarnya.

Disamping itu, MRP secara tegas menolak penerimaan sistem online dalam penerimaan CPNS 2018, meskipun cara ini menunjukan kemajuan di seluruh Indonesia, tapi kondisi 29 kabupaten/kota di Papua belum sepenuhnya didukung fasilitas jaringan yang memadai.

“Jujur saja 75 persen wilayah pegunungan tidak bisa menerapkan sistem online, sehingga akan merugikan rakyat Papua yang ingin ikut test. Dengan demikian MRP bersepakat penerimaan pegawai kedepan tidak menggunakan sistem online,” imbuhnya. (ing/rm)

LEAVE A REPLY