Oleh : Dr. Velix Wanggai

JAYAPURA – Surga kecil yang jatuh ke bumi, demikian julukan kepada Papua, sebagaimana bait kata dalam lagu “Aku Papua” karya Franky Sahilatua, yang selalu dinyanyikan Edo Kondologit. Ungkapan Tanah yang Indah laksana Surga Kecil yang Jatuh ke bumi juga diamini Presiden Joko Widodo di Merauke pada 30 Desember 2015.

Ungkapan ini memiliki makna yang mendalam bagi setiap rakyat Papua yang hidup di Tanah Papua. Kekayaan alam yang melimpah sebagai berkat bagi Papua adalah modal penting dalam mengangkat derajat kehidupan rakyat Papua. Kita juga sangat menyadari sampai hari ini, masih banyak pekerjaan rumah yang dihadapi dalam pembangunan di Tanah Papua. 

*Komitmen Awal dalam Menata Pembangunan*

Ketika 3 hari baru memimpin Papua, tepatnya 11 April 2013, Gubernur Enembe pernah mengajukan pertanyaan kepada kita semua. Enembe bertanya, “Sudahkah kita berpikir wajah Papua 20 Tahun ke depan di tahun 2033? Sudahkah kita berpikir wajah Papua 5 Tahun ke depan di tahun 2018? Sudahkah kita berpikir wajah dari kampung-kampung dan kota-kota Papua 5 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun ke depan?. Semua tujuan dan harapan itu harus kita tuangkan dalam lembaran skenario perencanaan yang terukur, tepat, tertata, dan bertahap secara komprehensif”. Demikian Lukas Enembe menggugah kita semua.

Oleh karena itu, menyadari betapa pentingnya menjawab pertanyaan itu, Gubernur Enembe juga menyatakan di awal pemerintahan pada tahun 2013, bahwa ia dan Wagub Gubernur Klemen Tinal akan meletakkan langkah prioritas untuk Menata Perencanaan Pembangunan Papua.

Masih di awal pemerintahannya, Gubernur Enembe, mengajak para aparatur pemerintahan untuk memikirkan perasaan yang dialami rakyat Papua. Dalam bahasa Enembe, “Mari kita semua duduk dengan tenang untuk menggumuli perasaan dan nuansa batin rakyat di kampung-kampung yang tinggal di rawa-rawa, di perbatasan Papua New Guinea, di lembah dan di gunung-gunung, di pesisir pantai dan pulau-pulau yang terpencil. Mereka semua menaruh harapan yang besar bagi kita semua di ruangan ini”.

Selanjutnya,  Gubernur Enembe menjelaskan perlunya langkah besar untuk merumuskan strategi pembangunan yang tepat, desain kebijakan yang terukur, skema anggaran yang terbagi secara adil dan merata, serta pengawasan yang terkendali. Ajakan Gubernur Enembe, “Sebelum kita berbicara rupiah demi rupiah, saya ingin mengajak kita semua untuk membangun desain besar mau di bawa kemana Perahu Besar Papua ini, dan juga, bagaimana Raksasa Papua ini Bisa Bangkit. Ini adalah pekerjaan rumah kita”. 

Untuk itu, Enembe menegaskan pentingnya desain pembangunan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Papua Tahun 2013 – 2018, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2013 – 2033″.

*Terobosan Fondasi Pembangunan 20 Tahun*

Komitmen awal yang diutarakan oleh Gubernur Enembe pada 11 April 2013 direalisasikan dengan terobosan menyelesaikan 3 fondasi pembangunan Papua, yakni (1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Tahun 2013 – 2033; (2) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Papua Tahun 2005 – 2025, dan (3) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Papua Tahun 2013 – 2018.

Pertama, sejak 20 tahun lalu, tepatnya tahun 1993 adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang terakhir dimiliki Provinsi Papua atau Irian Jaya saat itu. Karena itu, terobosan penting yang diletakkan oleh Gubernur Enembe, yakni menyelesaikan rencana tata ruang wilayah Papua tahun 2013 – 2033, sebagaimana tercermin dalam Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2013. Terbitnya RTWP Papua ini sangat berarti karena Provinsi Papua memerlukan pergantian dan penyesuaian terhadap Peraturan Daerah Provinsi Irian Jaya Nomor 3 Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Irian Jaya.

 Apa yang dilakukan oleh Gubernur Enembe ini, merupakan sebuah RTRW Papua pertama kali yang disahkan oleh Pemerintah Daerah dan DPRP pasca pemberlakuan Otonomi Khusus di tahun 2001 lalu.  Yang ditempuh Gubernur Enembe adalah sebuah upaya dalam melaksanakan Pasal 63 UU Otonomi Khusus 2001, bahwa “Pembangunan di Provinsi Papua dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinisp pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan, manfaat, dan keadilan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah (RTRW)”.  

Dalam konteks ke-Papua-an, diharapkan rencana tata ruang wilayah Papua dapat memastikan hak-hak dasar orang asli Papua dipenuhi dengan tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya penduduk Papua, serta kelestarian keanekaragaman hayati Papua yang khas dan langka. Dengan demikian, pembangunan Papua yang dijalankan harus memiliki nilai-nilai perlindungan dan peningkatan penghidupan dan eksistensi masyarakat adat dalam sistem perkampungan dan kearifan lokal. 

Misalnya, soal penggunaan lahan-lahan milik masyakat adat terkait pertambangan, kehutanan, perkebunan, pertanian atau konstruksi infrastruktur wilayah. Kita semua menghendaki masyarakat adat tidak tercerabut dari akarnya di atas  tanahnya sendiri. Bahkan, mereka dapat menikmati pengelolaan sumber daya alam yang adil.

Karena itu, penataan ruang wilayah Papua ini menjadi pedoman dalam penyusunan program pembangunan 20 tahunan, 5 tahunan dan program tahunan, serta sebagai rujukan bagi Kabupaten/Kota di Papua dalam penyusunan RTRW Kabupaten/Kota maupun dunia usaha dan para pemangku kepentingan lainnya.

Kedua, sejak UU Otonomi Khusus bagi Papua diterbitkan tahun 2001, ternyata Provinsi Papua belum memiliki sebuah skenario pembangunan Papua untuk 20 tahun ke depan. Padahal dalam UU Otonomi Khusus berpesan Papua memiliki Pola Dasar Pembangunan. Karena itu, sangat tepatlah langkah yang diambil oleh Gubernur Enembe pada 30 Desember 2013 yang menetapkan desain pembangunan Papua untuk 20 tahun ke depan. Ini tercermin dari Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Papua Tahun 2005 – 2025.  

Desain pembangunan Papua dalam 20 tahun ke depan sebenarnya menggambarkan sebuah harapan perihal bagaimanakah wajah yang ingin dicapai di Papua di akhir tahun 2025?  Visi besar yang ditegaskan dalam skenario pembangunan Papua 20 tahun adalah *”Papua yang Mandiri secara Sosial, Budaya, Ekonomi, dan Politik”.*

Visi besar itu diwujudkan dengan 5 misi, yakni mewujudkan kemandirian sosial, mewujudkan kemandirian budaya, mewujudkan kemandirian ekonomi dan pengembangan wilayah, mewujudkan kemandirian politik, dan mewujudkan kemandirian masyarakat asli Papua. Pembangunan jangka panjang Papua ini menjadi acuan bagi Gubernur untuk merumuskan langkah yang bertahap di dalam mewujudkan visi besar “”Papua yang Mandiri”.  Dalam konteks memenuhi visi dan misi itu, pada 7 November 2013, Gubernur Enembe mensahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Papua Tahun 2013 – 2018. 

Terobosan perencanaan pembangunan yang ditempuh Gubernur Enembe ini dapat dilihat sebagai sentuhan untuk mengubah nasib rakyat Papua di atas tanahnya sendiri. Surga kecil yang jatuh ke bumi tidak akan memiliki makna yang berarti bagi rakyatnya, jika hak-hak dasar rakyat Papua belum tegak dan rakyat masih hidup penuh keterbatasan di tengah-tengah keberlimpahan risorsis di Tanah Papua.

Disinilah, terasa betapa pentingnya kebutuhan untuk menata perencanaan pembangunan yang sesuai konteks ke-Papua-an, Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi.

Penulis adalah pengamat pembangunan Papua.

LEAVE A REPLY