JAYAPURA – Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Kesehatan dan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI bekerjasama dengan KOMPAK-BaKTI menggelar Workshop Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS di Provinsi Papua dengan mengusung tema “Pencegahan dan Pengendalian HIV-AIDS di Tanah Papua dengan Kepemimpinan yang kuat, kepedulian dan komitmen dalam pelayanan”.

Acara berlangsung selama dua hari di Hotel Aston Jayapura, Selasa (29/08/2017).

Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH yang diwaliki Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, Anny Rumbiak secara resmi membuka Workshop yang turut dihadiri Bupati dari enam kabupaten, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh perempuan yang perannya sangat penting.

Perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam pencegahan dan pengendalian HIV AIDS di daerah, instansi teknis pemerintah serta pihak terkait lainnya. Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan bahwa membangun Papua
yang sehat untuk Papua Bangkit Mandiri dan Sejahtera adalah komitmen Pemerintah Provinsi Papua melalui 15 program prioritas yang salah satunya adalah pengendalian penyakit menular terfokus yaitu AIDS, Tuberculosis dan Malaria.

Menurut Gubernur, hingga saat ini HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Papua, sejak pertama kali kasus HIV ditemukan pada tahun 1992 hingga Juni 2017. Bahkan Dinas Kesehatan Provinsi Papua mencatat sebanyak 28.771 kasus dengan HIV 10.134 kasus, AIDS 18.637 kasus dan sebanyak 1.883 diantaranya telah meninggal.

Sejumlah kasus yang terlaporkan baru sekitar 51.38 % ODHA atau orang dengan HIV-AIDS yang mendapat pengobatan Antiretroviral (ARV) dan yang masih mengkonsumsi ARV sebanyak 38,81%. Ini merupakan tantangan dan menjadi beban untuk menjadi perhatian bagi kita semua.

Oleh karena itu, Gubernur mengajak masing-masing pribadi memiliki kesempatan yang sama untuk melindungi diri sendiri. Hak untuk melindungi diri tidak tergantung pada orang lain.

“Mari kita gunakan hak itu sebaik-baiknya. Kita harus berani mengatakan tidak untuk seks yang tidak aman. Seks tidak aman adalah seks yang berganti-ganti pasangan yang tidak menggunakan kondom,”ujarnya.

Beberapa survei terkait perilaku menyebutkan laki-laki memiliki perilaku beresiko karena kecenderungan memiliki berganti-ganti pasangan seks serta enggan menggunakan kondom dan enggan melalukan pemeriksaan HIV atau IMS.

Oleh karena itu, sebagai salah satu upaya memutuskan mata rantai penularan HIV di Papua, sejak tahun 2008 KPA Provinsi Papua mulai membicarakan sirkumsisi atau surat. Satu hal penting yang perlu diperhatikan bahwa sirkumsisi bukan menghilangkan tapi hanya mengurangi resiko penularan HIV.

Karenanya, bagi yang memiliki perilaku seks tidak aman, meskipun sudah disirkumsisi tetap disarankan menggunakan kondom untuk melindungi diri. (ing/rm)

LEAVE A REPLY