JAYAPURA (PT) – Penyidik Dit Reskrimsus Polda Papua akhirnya melakukan penahanan terhadap mantan Kepala Dinas PU Provinsi Papua, Djuli Mambaya, Senin (19/11). Penahanan Djuli Mambaya ini, terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan terminal tipe B Kabupaten Nabire tahun anggaran 2016.

Djuli Mambaya ditahan bersama dengan tiga orang tersangka lainnya, Yacob Yansen Yanteo selaku PPTK, Sesean Ranteupa selaku konsultan pengawas dan Jafet Arnold Sampul selaku pelaksana pekerjaan.

Hanya saja, Mantan Kadis PU Papua, Djuli Mambaya akhirnya dibantarkan penahanannya, lantaran sakit yang diduga akibat stress dan kini menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara, Kotaraja.

“Untuk 3 tersangka Atas nama Yacob Yansen Yanteo, Sesean Ranteupa dan Jafet Arnold Sampul pada hari Senin (19/11) malam telah dilakukan penahanan di Rutan Polda Papua,“ kata Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal dalam releasenya kepada wartawan, Selasa (20/11) malam.

Sedangkan, tersangka Djuli Mambaya dilakukan pembantaran (Penahanan yang dilakukan kepada tersangka yang sakit dan perlu di rawat inap di Rumah Sakit, dengan ketentuan jangka waktu tertentu menjalani rawat inap tersebut tidah dihitung sebagai masa penahanan) di RS Bhayangkara Polda Papua.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Kepala Klinik Polda Papua Ipda Sulistiono terhadap Djuli Mambaya, diperoleh hasil tensi dan kadar gula darah tinggi diduga akibat stres,“ ungkap Kabid Humas AM Kamal.

Yang jelas, dalam kasus itu, pihak penyidik telah melakukan tindakan kepolisian berupa penangkapan, penahanan dan pembataran atau penahanan yang dilakukan kepada tersangka yang sakit dan perlu dirawat inap di Rumah Sakit, dengan ketentuan jangka waktu tertentu menjalani rawat inap tersebut, namun tidak dihitung sebagai masa penahanan.

Kabid Humas AM Kamal mengatakan, dugaan kasus korupsi itu, awalnya pada tahun 2016 Dinas Perhubungan Provinsi Papua mengadakan proyek pembangunan terminal penumpang tipe B dengan menggunakan anggaran sebesar Rp 8,2 miliar, dimana untuk kegiatan pelaksanaan sebesar Rp 8 miliar dan dan pengawasan sebesar Rp 200 juta.

Dalam proyek pembangunan terminal penumpang tipe B Kabupaten Nabire itu, yang menjadi penyedia jasa adalah PT Bina Karya Junior berdasarkan kontrak No. 050/2056/PHB-2016 tanggal 27 Agustus 2016 dengan jangka waktu pekerjaan selama 120 kalender dan nilai pekerjaan sebesar Rp 7.556.917.000.

Sedangkan, yang menjadi konsultan pengawas adalah CV. Triaxial berdasarkan kontrak nomor : 0502415/PHB tanggal 27 September 2018 dengan jangka waktu pekerjaan selama 90 hari kalender dan nilai pekerjaan sebesar Rp. 166.100.000.

“Pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan oleh penyedia jasa adalah pekerjaan devisi ulang (mobilisasi), devisi struktur (Beton K350, baja tulangan U24) dan pekerjaan pagar tembok dan BRC (tembok bata tela, ring balk beton bertulang, pasang tiang pagar dan pagar BRC),” jelas Kabid Humas AM Kamal.

Lebih lanjut, pada 04 Oktkber 2016, PT BKJ meminta agar dilakukan CCO dengan alasan bahwa luas gambar perencanaan tidak sesuai dengan luas lokasi, sehingga terjadi perubahan volume dari RAB jika dilaksanakan sesuai dengan gambar rencana, sehingga hal itu yang mendasari dilakukannya perhitungan ulang.

“Pada 20 Oktober 2016 dilakukan pembayaran uang muka sebesar 20% sebesar Rp 1.511.383.400 dan pada 30 desember 2016 dilakukan pembayaran lunas 100% sebesar Rp 6.045.533.600,” ungkap Kamal.

Keempat tersangka, kata Kabid Humas AM Kamal, diduga melakukan penyimpangan yang bertentangan dengan perpres 70 tahun 2012 tentang perubahan ke 2 perpres 54 tahun 2010 yakni pertama, dengan diadakannya CCO hal ini diduga perencanaan yang dilaksanakan dasar pembuatan HPS tidak sesuai dengan seharusnya, kedua setelah pekerjaan dinyatakan selesai 100% ternyata hasil uji kuat tekan beton pada UPTD yang dilakukan oleh LPJK dan BPKP tidak mencapai K-350, sedangkan yang dijadikan dasar penagihan pembayaran 100 % oleh PT BKR adalah hasil uji kuat tekon beton yang diduga direkayasa hasilnya.

Ketiga, mekanisme pembayaran yang tertuang dalam syarat khusus kontrak pembayaran dilaksanakan sebanyak 3 kali, namun pelaksanannya hanya dilakukan sebanyak 2 kali, keempat berdasarkan hasil audit dari BPKP Perwakilan Provinsi Papua terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.745.694.560 atas pembayaran 100% untuk kekurangan mutu atau kualitas beton K350 dan pembelanjaan baja tulangan U 24 tidak sesuai RAB.

Kabid Humas AM Kamal menegaskan bahwa keempat tersangka dikenakan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara.

Terkait peran masing-masing tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu, Kabid Humas AM Kamal menjelaskan, jika tersangka Djuli Mambaya yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua, bertindak selaku pengguna anggaran tidak pernah melakukan pengecekan pekerjaan secara langsung dan hanya memerintahkan stafnya secara lisan untuk mengecek pekerjaan, namun pada pelaksanaannya staf tersebut jarang melaksanakan tugas tersebut saat penyedia jasa melaksanakan pekerjaan pengecoran beton K350 tersebut.

“Dan atas sepersetujuan Djuli Mambaya selaku Pengguna Anggaran, maka dilakukan pencairan 20 % dan 100 % yang menyebabkan pengeluaran keuangan negara dan menyebabkan terjadinya kerugian negara,“ jelasnya.

Sedangkan, tersangka Yacob Yansen Yanteo selaku PPTK, kata Kabid Humas AM Kamal, diduga tidak pernah melasanakan pengawasan pekerjaan, seharusnya selaku PPTK, tersangka harus ada di lokasi untuk mengawasi proses pekerjaan dan memastikan kualitas beton K350. Dan menandatangani berita acara selesainya pekerjaan, namun ia tidak melaksanakan tugasnya.

Sementara itu, tersangka Sesean Ranteupa selaku konsultan pengawas, diduga tidak pernah melaksanakan tugasnya dalam melakukan pengawasan pada pekerjaan pembangunan terminal penumpang type B di Kabupaten Nabire TA 2016.

Tersangka Jafet Arnold Sampul selaku pelaksana pekerjaan diduga membuat sampel uji kuat tekan beton K350 terhadap 24 kubus beton agar seolah-olah sama sesuai dengan yang ada pada job mix design yang dikeluarkan UPTD Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua.

Kabid Humas AM Kamal menambahkan, jika penyidik sudah memenuhi P19 dari Kejaksaan Tinggi Papua dan sudah mengirimkan kembali berkas perkara kepada Kejati Papua dan tinggal menunggu P21 dari Kejati Papua. (jul)

LEAVE A REPLY