JAYAPURA (PT) – Tidak adanya satu pun orang Papua yang didaulat menjadi menteri dalam Kabinet Indonesia Maju, memunculkan riak-riak dari masyarakat Papua beberapa hari terakhir ini.

Hal ini pun menjadi perbincangan di kedai kopi, perkantoran hingga setiap sudut Kota Jayapura dan beberapa daerah lainnya di Papua.

Bahkan, ada dari kalangan pimpinan daerah dan elit partai yang  kecewa terhadap sikap Jokowi.

Alasannya, 93 persen suara dari 3.599.354 pemilih di Papua meletakkan pilihannya kepada Presiden terpilih periode 2019-2024 ini.

Mereka berharap adanya menteri mewakili suara Papua di Jakarta.

Namun, berbeda dengan Ondofolo Sereh di Sentani, Yanto Eluay.

Anak kandung dari almarhum Theys Hiyo Eluay yang merupakan tokoh kharismatik Papua di masa kepemimpinan Gusdur ini menepis riak-riak tersebut.

“Sehubungan tidak terakomodirnya salah satu putra Papua dalam kabinet Jokowi, kami memandang ini hak prerogatif dari bapak Presiden, kami harus menghormati yang diputuskan Jokowi,” ujar Yanto Eluay kepada wartawan di Jayapura, Kamis (23/10) sore.

Meskipun tak ada orang asli Papua dalam kabinet Indonesia Maju, namun Yanto meyakini Presiden Jokowi akan selalu memberikan perhatian serius bagi provinsi paling timur di Tanah Air ini.

Lewat jajaran kementerian yang ada, Jokowi dipercaya tetap membangun manusia unggul dan infratsruktur serta sektor lainnya di Papua.

“Ya, berkomitmen untuk membangun, kesejahteraan masyarakat Papua, jika tetap seperti ini maka tak jadi masalah. Lantas kenapa jadi kita permasalahkan (?),” kata Yanto menimpali pembicaraan warga di berbagai media.

Yanto menegaskan, dipilihnya Bahlil Lahadalia sebagai Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) oleh presiden, bukan berarti mewakili Papua.

Bahlil dipercaya sebagai seorang pengusaha professional yang mampu memberikan warna baru bagi pemerintahan, terlebih mendorong kebijakan yang mensejahterakan rakyat Indonesia.

“Ia memang besar di sini, tapi dia dari kalangan pengusaha dan berkompeten dalam berbisnis. Pak Jokowi punya pertimbangan untuk mengangkatnya jadi kepala BKPM. Itu kan hak prerogatif presiden,” jelasnya.

Menurut Ondofolo Yanto, mungkin saja beberapa kali orang Papua duduk dalam cabinet, tetapi belum bisa menterjemahkan program dalam visi misi dari presiden. Terlebih, mengeksekusinya.

“Janganlah kita membuat ini menjadi polemik, sehingga persatuan kita tak utuh lagi. Saya pikir itu tidak perlu,” tegas pemimpin masyarakat adat Kabupaten Jayapura ini. (mt/sri)

LEAVE A REPLY