JAYAPURA (PT) – Adanya kabar gerakan United Liberation for West Papua (ULMWP) atau Serikat Pembebasan Papua Barat melalui Benny Wenda (BW) bahwa mereka telah membentuk tentara dan menolak label separatis dan penjahat oleh Pemerintah NKRI seperti dilansir Sindonews.com, tampaknya ditanggapi Kodam XVII/Cenderawasih.

 

Kapendam XVII/Cenderawasi Kolonel Inf. Muhammad Aidi menanggapi dengan santai saat dimintai tanggapan oleh awak media.

 

“Begini ya, saya tidak bermaksud untuk menggurui, tapi BW dan kelompoknya harus paham bahwa untuk membentuk suatu Negara tidak cukup hanya mengklaim sendiri secara sepihak, tapi dibutuhkan unsur pendukung lainnya. Diantaranya adalah unsur rakyat, wilayah dan adanya pengakuan dan legitimasi Internasional,” kata Kapendam Muh Aidi dalam rilisnya Kamis, (4/7).

 

Padahal, tegas Kapendam Muh Aidi, faktanya bahwa kedaulatan NKRI dari Merauke sampai Sabang telah dan masih diakui dan dihormati oleh seluruh negara di dunia dan telah disahkan oleh lembaga dunia tertinggi yaitu PBB.

 

Papua sebagai salah satu bagian dari kedaulatan Negara kesatuan Republik Indonesi (NKRI) telah melalui proses referendum yang dikenal dengan PEPERA dan hasilnya telah disahkan melalui Resolusi PBB Nomor 2504 yang dikeluarkan oleh Majelis Umumn PBB tanggal 19 Nopember 1969.

 

Resolusi ini diusulkan oleh 6 negara dan diterima oleh Majelis Umum PBB dengan imbangan suara 84 setuju, tidak ada yang menentang dan 30 abstein.

 

Dengan tidak dipermasalahkan PEPERA oleh Negara manapun menunjukan bahwa, PEPERA diterima oleh masyarakat internasional.

 

“Artinya, Papua sebagai bagian dari NKRI telah diakui oleh masyarakat internasional dan disahkan oleh lembaga internasional tertinggi yaitu PBB,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, meskipun BW melalui ULMWP dan pihak-pihaknya tidak mau mengakui hasil PEPERA dan menyatakan PEPERA cacat hukum, namun nyatanya hingga saat ini Resolusi PBB Nomor 2504 belum pernah terkoreksi apalagi dicabut.

 

Hingga kini belum ada kekuatan hukum lain yang lebih tinggi yang menyatakan bahwa Resolusi PBB Nomor 2504 sudah tidak berlaku lagi.

 

Hal ini menunjukkan bahwa Papua sebagai bagian dari kedaulatan NKRI tak terbatahkan lagi.

 

“BW dan kelompoknya tidak mau disebut sebagai separatis dan penjahat. Hal ini tentunya merupakan pernyataan yang kontradiktif, karena tindakannya yang melakukan perlawanan dan ingin memisahkan diri dari kedaulatan negara yang sah adalah suatu tidakan separatis dan merupakan kejahatan negara,” katanya.

 

Dijelaskan, sebagaimana pengertian separatis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): se•pa•ra•tis /séparatis/ n orang (golongan) yg menghendaki pemisahan diri dari suatu persatuan; golongan (bangsa) untuk mendapat dukungan; se•pa•ra•tis•me /séparatisme/ n paham atau gerakan untuk memisahkan diri (mendirikan negara sendiri).

 

Sedangkan menurut pendapat ahli pengertian separatis adalah suatu gerakan yang bersifat mengacau dan menghancurkan yang dilakukan oleh gerombolan pengacau yang bertujuan untuk memisahkan diri dari ikatan suatu negara.

(Abdul Qadir Djaelani : 2001).

 

Ditambahkan, sejak terbentuknya peradaban manusia hingga kelak berakhirnya peradaban itu sendiri tidak akan pernah ada suatu negara berdaulat manapun di dunia yang mentolelir adanya gerakan separatis atau pemberontakan berlangsung di dalam wilayah kedaulatan negaranya.

 

Misalnya saja di negara Australia salah satu wilayahnya bergolak dan minta merdeka, sebut saja contohnya Darwin ingin pisah dari Australia, maka tidak mungkin negara Australia secara sukarela membiarkan Darwin merdeka, pisah dari Australia. Demikian pula halnya di Indonesia.

 

Ditegaskan, siapapun yang mencoba merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan kekuatan NKRI, bukan hanya TNI tetapi seluruh komponen bangsa sebagaimana yang tertuang dalam institusi NKRI yaitu UUD 1945 pasal 30 Ayat 1 bahwa, ” Tiap-tiap warag negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara”.

 

“Jadi bila BW dengan KNPB dan OPM nya masih terus merongrong kedaulatan NKRI, maka akan berhadapan dengan seluruh warga negara NKRI,” tegasnya.

 

Menyinggung tentang klaim bahwa BW telah berhasil mempersatukan kekuatan dan membentuk tentara baru, Kapendam Muh Aidi menegaskan, bagi TNI hal tersebut tidak ada pengaruhnya.

 

“Mereka mau terpecah atau bersatu, mereka mau membentuk tentara baru atau tentara lama, bagi kami TNI, mereka hanya gerombolan pemberontak. Nyatanya mereka juga tidak akan pernah berani berhadapan TNI kecuali hanya menyerang dari belakang bila TNI lengah. Atau mereka hanya berani membantai rakyat sipil yang tak berdosa secara sadis, melakukan pengrusakan dan perampasan harta benda orang lain, melakukan penyanderaan, penganiayaan dan pemerkosaan guru dan tenaga medis yang tak berdaya,” ujarnya.

 

Ditambahkan, tindakan mempersenjatai diri secara illegal atau memiliki dan menggunakan senjata tampa hak adalah suatu bentuk pelanggaran hukum berat ditinjau dari sudut pandang hukum manapun di seluruh dunia.

 

Apalagi, senjata itu digunakan untuk melakukan tindakan kejahatan, tindakan kekerasan dan upaya perlawanan terhadap kedaulatan negara.

 

Padahal, negara sedang berusaha membangun infrstruktur dipedalaman Papua dalam rangak meningkatkan kesejahteraan rakyat guna menjamin terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat hingga ke pelosok pedalaman Papua.

 

Sebaliknya, kelompok separatis bersenjata (KSB) yang menamakan dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru menghalangi segala pembangunan dan pelayanan terhadap rakyat Papua.

 

KSB telah merampas hak asasi orang Papua untuk mendapatn pendidikan, layanan kesehatan, kehidupan yang layak serta pelayanan sosial lainnya.

 

“KSB telah melakukan tindakan kekerasan membantai para pekerja jalan dan jembatan, menyandera, memperkosa dan menganiaya guru dan tenaga medis, menyerang aparat pemerintah dan aparat penegak hukum dan lain-lain. Jadi, justru BW dengan KNPB dan OPM yang telah menjajahh orang Papua,” pungkasnya. (ist/rm)

LEAVE A REPLY