Dari Hasil Seminar Hari Pekabaran Injil ke 62

JAYAPURA – Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) mengeluarkan lima belas rekomendasi yang sudah digodok sejak dilakukan seminar dalam rangka memperingati Hari Pekabaran Injil ke 62. Seminar tersebut diikuti seluruh gereja-geraja dedominasi yang ada di Papua dan mengghasilkan reformasi penginjilan bersama.

Pembacaan rekomendasi tersebut dibacakan saat perayaan ibadah syukur pekabaran injil ke 62 di GOR Cenderawasih, Minggu kemarin langsung didepan Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH dan seluruh pejabat forkompimda di Papua. Setelah dibacakan kemudian langsung diserahkan oleh Ketua Panitia Pdt. Willem Itaar ke Gubernur Papua.

Kelima belas rekomendasi tersebut :
1. Mengusahakan reformasi tekonologi yang mendukung dan evangelisasi ekumenis dengan mengembangkan teknologi dan ilmu pendukung yang merangkul dan gampang bekerjasama. Seperti teknologi misi bersama, teologi konstektual, moral sosial, ilsmologi, teologi oikomene Papua baik untuk mendukung gerakan ekumene maupun untuk membangun kerjasama dalam penginjilan dan aksi sosial bersama. Untuk itu, mahasiswa STT melakukan studi/kuliah bersama untuk bidang tersebut atau dengan merancang bersama bahan untuk katakese bersama sekolah minggu serta peribadata ekumenis.

2. Gereja-gereja bersama-sama membaharui penginjilan di Papua. Penginjilan itu harus di mulai dari dalam dan segera melakukan percepatan penginjilan keluar ke 14 suku Papua dan umat beragama lain. Penginjilan itu dilakukan dengan lebih dahulu membangun nilai-nilai ekumene antara kita. Penginjilan terutama dilakukan dengan membangun relasi yang dapat dipercaya dengan silahturahmi, dengan diakonia dan perbuatan baik. Untuk mendukung hal ini, PGGP perlu memikirkan lagi badan misi bersama.

3. Gereja-gereja di Tanah Papua membaharui persekutuan dan lembaga demi pembaharuan misi dan penginilan bersama. Gereja-gereja mengharapkan agar PGGP menjadi wadah untuk merangkul semua denominasi. Oleh karena itu, gereja-gereja di Papua sepakat bahwa PGGP menjadi wakil gereja-gereja di Papua yang resmi dan diakui dalam membangun hubungan yang positif dengan pemerintah. PGGP perlu meninjau ulang visi, misi dan program yang ada lalu membuat program strategis baik jangka pendek maupun jangka panjang. PGGP juga diharapkan membuat data base gereja-gereja di wilayah dan meninjau gereja-gereja “ilegal” dan dianggap sesat yang tidak terdaftar secara resmi. PGGP juga perlu mengusahakan asrama ekumenis. Oleh karena itu, Gereja-gereja itu mengusulkan agar (1) PGGP menjadi badan hukum dan kalau bisa disiapkan untuk menjadi dewan gereja-gereja di Papua. (2) para pengurus diremajakan, dipilih secara demokratis, (3) peninjauan pengurus yang tidak aktif. (4) PGGP dilengkapi dengan komisi kerja atau seksi-seksi khususnya untuk menindak-lanjuti rekomendasi ini.

4. Ditingkat sinode para pemimpin diharapkan bersatu dan memiliki pemikiran yang selaras satu sama lain dan membaharui cara pikir tentang gereja lain. Pemimpin harus menjadi pelayan, hamba dan tidak bergantung pada pemerintah tetapi tetapi pada injil dan gereja yang dilayaninya.

5. Gereja-gereja mengharapkan adalah Sekolah Tinggi Teologi yang terlibat dalam gerakan ekumenis dengan menjadi bagian dari PGGP. STT perlu mengembangkan kurikulum untuk meningkatkan kualitas pelayan dan kurikulum yang mendukung gerakan ekumenis bersama.

6. Gereja-gereja mengembangkan gerakan ekumenis dalam bidang pelayanan sosial (diakonia). Gereja-gereja mendorong pertobatan sosial mulai dari hamba Tuhan, pemerintah dan seluruh gereja. Oleh karena itu, aksi sosial harus dilakukan bersama dengan doa bersama.

7. PGGP perlu menghidupkan lagi lembaga kerjasama yang pernah ada dan menambah yayasan sosial bersama untuk panti asuhan dan panti jompo, rumah singgah untuk penanggulangan masalah miras dan narkoba dan tempat rehabilitas.

8. PGGP perlu memilki departemen untuk masalah sosial dan crisis center dan untuk kemudian menggalang studi banding antar gereja tentang pelayanan diagkonia untuk menjadikanya sebagai pelayanan bersama.

9. PGGP mendorong kerjasama untuk aksi sosial bersama seperti penghijauan dan pembersihan lingkungan dan bekerjasama dengan dinas/pemerintah untuk mengatur perpindahan pendudukan dari luar. PGGP di harapkan mengontrol ormas-ormas dari luar dan mengambil sikap bersama melalui FKUB.

10. Membaharui gerakan ekumenis dalam kesaksian profetis dan marturia. Gereja-gereja mendorong revolusi mental pada pemimpin agar memiliki intergritas khususnya untuk memberi teladan dalam penanganan minuman beralkohol dan masalah togel.

11. Jemaat memberi kesaksian keluar dengan teladan dan perbuatan yang baik.

12. Gereja-gereja perlu merumuskan bersama metode yang bisa diterima semua untuk perhubungan dengan umat beragama lain. Walaupun demikian, gereja-gereja menekankan bahwa injil adalah identitas orang Papua adalah tanah injil sehingga nilai-nilai kristen harus mewarnai peraturan daerah.

13. Dalam hubungan dengan agama lain. gereja-gereja perlu memulai praktek konkret yang mendukung kebersamaan seperti siahturahmi, pendalaman nilai kebangsaan di jemaat dan meminta dengan hormat pada kaum Islam untuk mengurangi volume toa dari masjid ketika umat kristen beribadah.

14. Gereja-gereja diminta untuk menjaga kesatuan suku-suku Papua dan membela Papua khususnya dengan membuat seminar tentang keselamatan orang Papua.

15. Gereja-gereja mendorong agar semboyan Papua Tanah Damai diubah menjadi Papua Tanah Injil yang lebih memperlihatkan kekhasan Papua yang harus dihormati. (tim)

LEAVE A REPLY