JAKARTA – Pasca konflik pilkada yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya beberapa waktu lalu memang sangat menyita perhatian publik di Indonesia.

Bahkan akibat konflik pilkada tersebut sudah menelan korban jiwa dan korban luka-luka termasuk kerugian materil yang cukup banyak.

Namun kini situasi di Kabupaten Intan Jaya pasca konflik terjadi sudah kondusif dan dilaporkan aktivitas pemerintahan maupun masyarakat sudah berjalan sebagaimana biasanya.

Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni mengatakan, penanganan konflik pilkada di Kabupaten Intan Jayapura, pemerintah daerah sudah menggelontorkan dana sebesar Rp 10 miliar sebagai uang perdamaian dan ganti rugi.

Dijelaskan Bupati Natalis Tabuni bahwa dana untuk perdamainan digunakan untuk menyelesaikan konflik, rehabilitas rumah warga yang rusak, ternak termasuk pengobatan korban luka-luka serta bayar kepala korban yang meninggal.

“Dana sebesar itu kami sudah anggarkan di APBD 2017,”jelasnya kepada wartawan saat ditemui di Jakarta, Kamis (23/3).

Menurutnya, pasca konflik pilkada situasi di Intan Jaya sudah kondusif dan secara umum sudah aman terkendali bahkan para korban yang dirawat di rumah sakit Nabire dan Timika sudah dalam kondisi membaik sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Untuk itu, sebagai kepala daerah, dirinya mengimbau pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dalam memberikan informasi-informasi diharapkan tenang sehingga tidak menimbulkan kegaduhan.

“Kalau ada pihak yang klaim sudah menang dan sebagainya diharapkan bisa menahan diri,”imbuhnya.

Bupati menambahkan, saat ini proses pilkada Intan Jaya sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, semua pasangan calon dan masyarakat pendukug diharapkan bisa menahan diri sambil dengan adanya keputusan.

“Setiap pasangan dan masyarakat harus bisa menahan diri untuk menerima apapun keputusan MK,”terangnya.

Mengenai proses perdamaian, Bupati mengakui telah membentuk tim independent yang terdiri dari tokoh agama, gereja, pemuda dan stakeholder.

Tim ini akan melakukan penanganan perdamaian di Sugapa. “Sebagai orang gunung kami sudah tahu karma darah itu sangat berbahaya,”tambahnya lagi.

Dia menambahkan, saat ini juga masyarakat, tokoh agama, gereja dan pemuda memulai memberikan pemahaman di tempat-tempat umum seperti gereja dengan mengajak masyarakat untuk tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diinginkan. (lam/rm)

LEAVE A REPLY