JAYAPURA – Ternyata  dalam dua tahun terakhir ini, masih ada beberapa kabupaten yang tidak bisa mengikuti penerimaan calon praja Institute Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) secara online yang diprogramkan oleh pemerintah pusat.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua, Drs. Nicolaus Wenda, M.Si usai rapat kerja dengan Komisi I DPR Papua yang dipimpin Ketua Komisi I DPRP, Ruben Magai.

“Sudah dua tahun kami lakukan penerimaan calon praja IPDN dengan sistem online dengan kesempatan kepada semua kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua untuk mendaftarkan diri. Namun selama ini, kenyataan yang terjadi malah masih ada beberapa  kabupaten yang tidak bisa mendaftarkan diri secara online karena belum pernah melakukan apa yang diprogramkan oleh pemerintah pusat,” ungkap Nico Wenda didampingi Ketua Komisi I DPR Papua, Ruben Magai kepada wartawan usai mengikuti rapat di Ruang Banggar DPRP.

Akibatnya, lanjut Nico Wenda, terjadi kekurangan yang terjadi didalam proses pelaksanaan tahapan seleksi calon praja IPDN itu.

Padahal, kata Nico, tahun sebelumnya, dimana sebelum adanya UU ASN, penerimaan calon praja IPDN itu dikembalikan ke masing-masing kabupaten untuk meminta formasi, namun dengan peraturan baru ini membuka secara online dan ditetapkan kuota itu oleh pusat.

“Misalnya, tahun 2017 ini, 90 orang kuotanya calon praja IPDN dan sudah dibagi presentase 60 persen untuk Orang Asli Papua dan 40 persen untuk non Papua,” jelasnya.

Namun, ia mengakui, dalam proses seleksi itu telah terjadi banyak anak-anak Papua yang tidak lolos, karena mungkin pada saat menghadapi sistem online itu tidak terbiasa atau memang karena kemampuannya.

“Dan yang lebih spesifik itu adalah orang asli Papua banyak yang jatuh dari sisi kesehatan,” ucapnya

Akibatnya, lanjut Nico Wenda, kuota yang ditetapkan tidak pernah terpenuhi khususnya bagi Orang Asli Papua. Justru yang terjadi malah terbalik, dimana non Papua 60 persen dan OAP 40 persen yang diterima, bahkan bisa kurang hingga 30 – 25 persen saja.

“Nah itu yang terjadi, oleh karena itu dengan hasil diskusi kami bersama dengan DPRP hari ini, kami sepakat penerimaan kedepan harus diutamakan orang asli Papua, dengan memberikan kuota masing-masing kabupaten. Misalnya 5 orang untuk diproses dalam seleksi calon praja IPDN,” terangnya.

Meskipun Gubernur Papua telah mengajukan surat kepada Mendagri untuk penerimaan praja IPDN sebanyak 3 ribu orang dengan rincian per kabupaten 10 orang minimal namun kata  Nico Wenda, tidak pernah ditanggapi sampai saat ini, sehingga penerimaan selanjutnya mengikuti aturan pusat.

Namun ia mengakui bahwa, penerimaan IPDN ini terjadi peningkatan dari 34 orang secara nasional ditambah affirmasi 43 orang sehingga totalnya 77 orang.

“Tahun 2017, affirmasi yang diberikan 90 orang, namun yang lolos 60 orang. Tapi kami berharap tahun ini lebih baik lagi,” harapnya.

Untuk itu, pihaknya berharap agar DPRP bisa menetapkan raperdasi kepegawaian daerah sebagai dasar hukum penerimaan IPDN maupun CPNS di Papua.

Sementara itu masih ditempat yang sama, Ketua Komisi I DPRP, Ruben Magai mengakui jika rekrutmen CPNS atau IPDN ini, banyak kendala, apalagi dilakukan dengan sistem online.

“Jadi, kami harap BKD mengantisipasinya, termasuk menyiapkan fasilitas untuk mempersiapkan Orang Asli Papua dalam rekrut CPNS dan IPDN ini,” tandas Ruben Magai. (ara/rm)

LEAVE A REPLY