JAYAPURA (PT) – Usai melakukan aksi unjuk rasa damai di Kantor Pengadilan Pajak Jakarta, giliran ke Kantor DPD RI, MRP mengadu soal Pajak Air Permukaan (PAP) yang tak kunjung dibayar oleh PT Freeport Indonesia.

MRP mengadukan kasus PT Freeport Indonesia ke DPD RI, Rabu (1/8), terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan penghapusan PAP senilai Rp 3,9 triliun.

Padahal, Pengadilan Pajak Jakarta pada tahun 2017 telah memerintahkan Freeport Indonesia untuk membayar Rp 2,5 triliun.

51 anggota MRP yang dipimpin langsung Ketua MRP, Timotius Murib ini diterima Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang, Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono dan anggota DPD RI dari Papua, Pdt. Carles Simaremare.

Sementara pihak pemerintah pusat hadir perwakilan Kemendagri, Kemenkeu RI, Dirjen Pajak RI, Kementerian ESDM RI.

Usai pertemuan, Ketua DPD RI, Osman Sapta Odang meminta agar dilakukan perundingan kembali dalam rangka memenuhi kewajiban-kewajiban para pihak.

“Untuk itu, kami berikan kesempatan 3-5 hari kepada PT Freeport Indonesia, meskipun dari Papua meminta paling lama 14 hari,“ katanya.

Sebab, kata Osman bahwa prinsipnya sudah ada dan penyesuainnya harus dilakukan.

“Soal pembayaran PAP itu diatur dalam waktu 5 hari ini, bersama Pemprov Papua dan Freeport. Ya, itu diatur mereka selama lima hari itu diatur bagaimana? Ketua MRP, Pemprov Papua, Dinas Pendapatan Daerah. Mereka sudah berunding tadi dan sepakat untuk meneruskan perundingan selama lima hari,“ jelasnya.

Ia berharap mudah-mudahan mereka dapat menyelesaikan pembahasan terkait penyelesaian pembayaran PAP tersebut bersama Freeport, termasuk Kemendagri, Dirjen Keuangan dan Dirjen Pajak.

“Mereka dapat menyelesaikan seadil-adilnya,“ katanya.

Menurutnya, jika Freeport menolak membayar PAP ke Pemprov Papua, justru hal itu tidak mungkin dilakukan Freepert karena tidak mungkin Freeport menolak undang-undang.

“Masak undang-undang ditolak. Kecuali kalau undang-undang yang salah. Jadi, saya serahkan kepada mereka. Pokoknya lima hari ini saya minta laporannya,“ tegasnya.

Sementara itu, Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan, ada permasalahan antara Pemprov Papua dengan PT Freeport Indonesia terkait dengan PAP yang telah digunakan perusahaan tambang emas tersebut, hampir tiga tahun terakhir ini.

“Tetapi hari ini ada solusi yang bisa ditempuh melalui audien MRP dengan DPD RI. Kita sudah berembuk untuk menyepakati dimana keputusan untuk wajib bayar kepada PT Freeport, diskusi yang harus dilakukan antara MRP dan PT Freeport selama lima hari. Nanti kami memutuskan kapan Freeport harus membayarkan itu dengan sistem dan tahapan tergantung hasil diskusi nanti,“ terangnya.

Ia menambahkan, jika jumlah yang harus dibayar oleh PT Freeport Indonesia untuk pajak air permukaan itu sebesar Rp 1,8 triliun.

“Ini sesungguhnya jika kita mengacu pada undang-undang itu, Freeport harus membayar Rp 6 triliun. Tapi kemudian dia naik banding di Mahkamah Agung terus dapat keringanan Rp 3 triliun lebih,“ tegasnya.

“Jadi, sangat mudah sebenarnya, dia sudah menghindar. Freeport sudah menghindar kewajibannya membayar Pajak Air Permukaan itu. Oleh karena rakyat Papua melalui MRP, kami harus tutup perusahaan itu. Dan, pemerintah pusat dan Presiden harus membantu Pemprov Papua untuk segera mendesak Freeport membayar kewajiban pajak itu,” imbuhnya.

Senada dengan itu, anggota DPD RI, Charles Simaremare mengaku ada itikad baik dari Freeport terkait pembayaran pajak air permukaan tersebut.
Makanya untuk mempercepat pelaksanaan pembayaran tersebut, DPD mengumpulkan semua pihak yang terkait.

“Itulah bijaknya Pimpinan DPD, rapat membahas masalah itu tidak bertele-tele dan meminta antara Pemprov, MRP dan Freeport segera rapat lagi, mengambil keputusan,” katanya.

Menurutnya, Freeport bukan tak mau membayar, hal ini karena belum ada titik temu soal berapa nilai wajar yang harus dibayar.

“Tinggal soal angka saja, berapa titik temunya. Artinya, soal teknis saja bagaimana cara pembayararannya. Mungkin dalam beberapa hari selesai,” tambahnya.

Alotnya Freeport Indonesia membayar pajak air, kata Charles, karena selama ini Freeport masih beranggapan bahwa pembayaran pajak hanya kepada pemerintah pusat, bukan kepada Pemprov Papua.

“Memang harusnya mereka menghormati juga UU Otonomi Daerah, karena itu harus dipahami oleh Freeport Indonesia,” terangnya. (dm)

LEAVE A REPLY