JAYAPURA (PT) – Warga perumahan yang menjadi korban banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, pada Maret 2019, kembali bertemu dengan DPR Papua bersama Pemkab Jayapura, Bank BTN, Bank Papua dan developer di ruang Banggar DPR Papua, Jumat, (2/8).

 

Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Wakil Ketua I DPR Papua bersama sejumlah anggota Komisi I DPR Papua ini, warga beberapa perumahan yang menjadi korban menyampaikan tuntutan ganti rugi atau pemutihan dari kredit perumahan tersebut.

 

“Tuntutan kami hanya dua yakni ganti rugi dan pemutihan kredit, artinya kredit tidak diteruskan,” kata Andrianus Petta, perwakilan warga sejumlah perumahan KPR yang menjadi korban banjir bandang di Sentani, usai pertemuan.

 

Menurutnya, pemutihan dan ganti rugi yang dimaksud adalah cicilan tidak dilanjutkan dan ganti rugi uang DP, uang akad kredit dan kewajiban-kewajiban lainnya misalnya cicilan oleh warga selama ini.

 

“Ada yang bayar kredit sudah dua tahun. Kini mau ditagih lagi, apa yang akan kami bayar. Bangunan rumah sudah tidak ada,” tandasnya.

 

Dikatakan, pihaknya sebagai warga yang menjadi korban, baik harta benda dan korban nyawaBahkan, sudah tidak ada bekas rumah lagi.

 

Rumah itu ada yang sudah direnovasi dan ada yang belum.

 

Setidaknya, di Perumahan KPR Gloria Nauli ada sekitar 75 rumah tak berbekas alias hilang akibat banjir bandang itu dari sekitar 175 unit rumah yang ditempati warga.

 

Diakui, warga sudah dua kali kami ketemu Pemkab Jayapura, namun tak ada jawaban sama sekali.

 

Pertama kali, pertemuan di lokasi antara warga dan developer dan bank, namun tidak ada jawaban.

 

Kedua, pertemuan dengan Pemkab Jayapura dan DPRD Jayapura, 5 April 2019.

 

Ketika itu, Bupati Jayapura menyatakan akan menfasilitasi bertemu developer dan bank, namun hingga kini tak ada penjelasan resmi.

 

Dalam pertemuan dengan perwakilan warga korban banjir bandang dari Perumahan BTN Gloria Nauli, BTN Gajah Mada dan BTN Bintang Timur yang difasilitasi DPR Papua ini, imbuh Andrianus Petta, Bank BTN belum memberikan keputusan.

 

Sementara itu, Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize mengatakan, pertemuan ini merupakan tindaklanjut pertemuan sebelumnya.

 

Pihaknya mengundang bank pemberi kredit, masyarakat yang menjadi korban dan pihak Pemkab Jayapura.

 

“Hanya developer yang tidak hadir. Kami minta agar pertemuan berikut bisa hadir kerena mereka yang membangun dan mesti tanggungjawab,” kata Edo Kaize, sapaan akrabnya.

 

Edo Kaize mengungkapkan, dalam pertemuan itu, untuk mencari solusi meski belum ada keputusan pasti, karena harus melibatkan pihak berkompeten misalnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berwenang dalam menentukan apakah bisa ganti rugi atau diputihkan dan lainnya.

 

Katanya, pihak bank dan Pemkab Jayapura sudah menempuh langkah ke Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan, tapi belum ada kejelasannya.

 

Selain itu, salah satu kendala yang disampaikan karena pemprov tidak terlibat serius.

 

Pihaknya mengharapkan pertemuan berikut lebih mengerucut pada ada pimpinan DPR Papua, pimpinan perbankan, OJK dan eksekutif untuk memperjelas status warga tersebut.

 

Sebab, jika ditanggapi Kementerian PUPR dan Kementerian Keuangan, apakah uang yang dijajukan dalam bentuk proposal atau program ganti rugi disampaikan ke bank terkait dan dengan debitur angsurannya diputihkan atau seperti apa.

 

“Kami harap tidak membebani masyarakat yang menjadi korban. Inikan ada kategori rumah rusak parah, bahkan hilang rumahnya. Makanya kami minta perbankan menginventarisir berapa rumah yang hilang dan berapa rusak parah agar dapat dihitung berapa persen yang mesti dibayar atau diputihkan,” ucapnya.

 

Selain itu, imbuh Edo Kaize, pihak Bank Papua dan BTN menyatakan mereka telah melakukan proses penundaan pembayaran selama satu tahun.

 

Namun, ini mesti disampaikan Bank ke masyarakat yang terkena dampak agar mereka tahu penundaan selama satu tahun dan tidak perlu ada yang tagih mereka.

 

“Juga mesti ada surat resmi kepada setiap warga dan diumumkan di media massa,” imbuhnya. (sri/rm)

LEAVE A REPLY