JAYAPURA (PT) – Deklarasi Papua Damai digelar di Swiss-Belhotel Jayapura, Kamis, 5 September 2019, malam.

Ini solusi terakhir guna mengakhiri kericuhan yang terjadi atas unjuk rasa menolak rasisme.

Deklarasi ini digagas oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Mersekal Hadi Tjahjanto yang dalam sepekan ini berkantor di Kota Jayapura.

Sebanyak 34 komponen masyarakat, termasuk belasan paguyuban yang ada di Papua menandatangani kesepakatan damai.

Deklarasi damai yang berlangsung haru ini disaksikan Gubernur Papua, Lukas Enembe, Wali Kota Jayapura, Benhur Tomi Mano, Ketua DPR Papua Yunus Wonda dan Ketua MRP Timotius Murib.

Empat butir kesepakatan damai bersama ini antara lain pertama, menjaga persatuan dan kesatuan di tanah Papua.

Kedua, hidup berdampingan, rukun, damai dengan penuh kasih sayang.

Ketiga, sepakat tidak terpengaruh oleh isu-isu yang tidak benar.

Keempat, sepakat menolak kelompok separatis dan radikal di tanah Papua.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam sambutannya mengatakan, untuk membangun Papua bukan hanya membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) saja melainkan stabilitas keamanan yang baik.

“Kami terpanggil untuk mengembalikan stabilitas keamanan di Papua. Negara hadir di sini,” tegas Tito.

Kapolri menyatakan, kehadiran TNI dan Polri di Papua untuk menjaga keamanan dan menjaga stabilitas negara, disamping menghindari konflik horizontal, seperti yang terjadi di Ambon dan Poso beberapa tahun silam.

Jenderal Tito mencontohkan, Operasi Tinombala pada konflik 98.

“Ketika darah sudah tumpah, sulit untuk selesai, seperti di Afganistan. Nah, untuk belajar dari pengalaman konflik di negara lain, kita tidak ingin adanya potensi gangguan keamanan di Papua, maka kita harus ambil langkah pengerahan personil,” jelasnya.

Pimpinan tertinggi Polri yang juga pernah menjabat Kapolda Papua ini pun menyampaikan terima kasih kepada pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama serta paguyuban yang berkontribusi menjaga keamanan di Papua dan Papua Barat.

“Puji Tuhan situasi di Papua dan Papua Barat cukup terkendali,” imbuhnya.

Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Thahjanto berharap, agar Deklarasi Papua Damai yang melibatkan 34 komponen masyarakat ini tidak hanya sekedar seremoni, namun dapat diimplementasikan harmonis dalam kehidupan seluruh pihak.

Kepada seluruh masyarakat Papua dari berbagai latar suku, Panglima Hadi berpesan agar dapat menjaga Kebhinekaan serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Kita menganut Bhinneka Tunggal Ika, beragam budaya dan kerifan lokal. Mari kita jaga dan rawat. Sumber daya manusia kita unggul, Sumber daya alam melimpah. Pastinya harus dibarengi jaminan keamanan. Bila ini tak bisa kita ciptakan maka Tahun 2045 cita-cita itu hanyalah retorika,” pungkasnya.

Sementara itu, Gubernur Papua, Lukas Enembe menyambut baik gagasan Kapolri dan Panglima TNI.

Ia menyampaikan apresiasi tinggi atas gagasan perdamaian itu guna memulihkan stabilitas keamanan di Papua, pasca kerusuhan yang terjadi di Waghete ibukota Kabupaten Deiyai dan Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019 lalu.

“Kita sepakat bersatu dan tidak ada perbedaan. Kita adalah warga nusantara. Kita hidup berdampingan menjaga keutuhan NKRI. Tidak boleh menyatakan sesuatu kata yang melukai sesama suku dan lainnya. Kita jaga kebersamaan dan perdamaian dari Sabang sampai Merauke,” ujar Gubernur Enembe.

Ia menegaskan bahwa pemerintah Provinsi Papua tetap memberikan jaminan bagi siapa pun yang tinggal dan hidup di Bumi Cenderawasih, tanpa membedakan suku dan ras.

“Siapa pun yang tinggal di Tanah Papua ini mempunyai hak yang sama,” tegasnya.

Pantauan Papuatoday.com, “Deklarasi Kesepakatan Bersama dalam Rangka Menjaga Papua Tanah Damai” itu dihadiri oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, Ketua MRP, Ketua DPR Papua, Walikota Jayapura, Bupati Merauke, Bupati Jayawijaya, perwakilan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat serta sejumlah tokoh pemuda. (mt/rm)

LEAVE A REPLY