JAYAPURA (PT) – Salah satu kerawananan pada Pilkada di Papua adalah terjadinya pemungutan suara ulang (PSU) di TPS karena berbagai sebab.

Seperti yang terjadi pada Pilres dan pileg 2019 kemarin.

Oleh karena itu, Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH mewanti-wanti KPU Papua untuk menghindari potensi PSU tersebut.

Untuk itu, Gubernur Enembe menegaskan agar KPU harus memilih anggota PPD yang bekerja dengan hati nurani dan bertanggungjawab.

“Kita sudah punya pengalaman kemarin waktu Pilres dan Pileg, banyak kecurangan di tingkat PPD. Makanya KPU Papua harus merekrut orang-orang terpilih dan professional untuk penyelenggara Pilkada tahun depan di 11 kabupaten,” tegas Gubernur Lukas Enembe kepada wartawan, Selasa malam di Gedung Negara.

Gubernur menjelaskan, pengalaman Pemilu 2019 baik Pileg dan Presiden sangat nyata, dimana kewenangan PPD begitu terlihat.

”Permainan kecurangan itu di tingkat PPD sangat terlihat. Saya minta KPU lakukan perekrutan dengan baik. Orang-orang yang terpilih menjadi petugas PPD itu harus orang yang memiliki tanggung jawab. Ini pekerjaan mulia, karena kita menyiapkan orang untuk jadi pemimpin,” tegasnya lagi.

Gubernur menyesalkan ketidakprofesionalnya pelaksana PPD saat Pemilu serentak 2019 yang secara terang mata melakukan jual beli suara.

“Pilpres dan Pileg kemarin itu, PPD jual suara kiri kanan. Itu tidak boleh. Ini orang bilang sistem noken di pegunungan Papua, tapi ternyata di Kota Jayapura juga pakai sitem Noken. Kita sudah lihat begitu dan saya harap tidak terjadi seperti itu lagi di pada Pilkada tahun depan,” jelas Gubernur.

Ia juga berharap, Pilkada serentak tahun 2020 di Papua tidak ada lagi PSU, karena jika terjadi PSU, maka itu akan menambah beban anggaran pemerintah.

“Saya berharap tidak ada PSU. Jangan tambah beban pemerintah lagi,” katanya.

Gubernur juga minta kepada KPU untuk dalam melaksanakan tahapan Pilkada berpegang pada aturan agar tidak terjadi kecurangan ataupun PSU.

“Kalau penyelenggara ikuti aturan pasti tidak ada PSU, atau kecurangan. Karena PSU itu akan menguntungkan calon tertentu dan menyebabkan keributan. Intinya kalau sesuai aturan semua berjalan aman,” ucapnya.

Sementara, Ketua KPU Papua, Theodorus Kossay mengaku mendukung pernyataan Gubernur Papua terkait dengan PPD nakal ini.

Menurutnya, di Papua semua orang menjustifikasi bahwasanya yang berwenang saat Pileg adalah PPD.

“Kita mendengar itu, dimana-mana PPD bermain ini dan itu. Itu sudah menjadi satu masukan penting oleh KPU pusat,” katanya.

Dengan demikian, KPU RI mewacanakan pelaksanaan rekapitulasi melalui sistem elektronik atau e-rekap.

Dimana hasil rekapan Pemilu dari tingkat TPS langsung masuk ke KPU, tanpa harus ke PPS dan PPD.

“Ini wacana yang sedang bergulir di pusat dan memang butuh pembahasan lebih lanjut terkait wacana ini,” katanya.

Langkah KPU RI ini, kata Theo tentu sebagai antisipasi bagi penyelenggara agar tidak terjadi jual beli suara, perubahan suara, atau suara hilang.

“Nah ini salah satu caranya, apalagi kan di Papua banyak kejadian demikian,” kata Theo.

Sementara menyangkut PSU, kata Theo, harus melalui beberapa indikator, salah satunya jika terbukti penyelenggara nakal atau melakukan sesuatu yang bukan menjadi kewajibannya.

“Jika penyelenggara berpolitik, maka itu berpotensi PSU, sehingga saya tekankan disini penyelenggara baik KPU atau Bawaslu jangan berpolitik,” tegasnya.

Ia mencontohkan ada dugaan Bawaslu yang sudah bekerjasama dengan salah satu kontestas sehingga mengeluarkan rekomendasi PSU.

“Nah ini juga ada potensi PSUnya, jadi indikator penting,” jelasnya.

Sehingga dalam upaya melakukan pencegahan agar tidak terjadi PSU, maka KPU akan melakukan penguatan kapasitas kepada penyelenggara tingkat bawah

“Capasity building sebelum pelaksanaan Pilkada untuk 55 anggota KPU 11 kabupaten dan 11 sekretatisnya, kita lakukan ini agar mereka tau. Sebab potensi-potensi kecurangan atau kenakalan penyelenggara ini bisa saja karena ketidak tauhan, adanya intervensi yang menyebabkan lemah dalam penerapan aturan,” jelasnya. (lam/rm)

LEAVE A REPLY