JAYAPURA (PT) – Sebanyak 106 pengungsi di Jayapura akhirnya kembali ke Wamena ibu kota Kabupaten Jayawijaya, untuk menata ulang kehidupannya yang telah dirintis bertahun-tahun.

Ratusan pengungsi ini diberangkatkan dengan pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara, Rabu (9/10), setelah dua pekan ditampung di gedung Megantara Lanud Silas Papare Jayapura, pasca kerusuhan Wamena pada 23 September 2019 lalu.

Pantauan papuatoday.com di Jayapura, umumnya kebanyakan dari pengungsi tersebut dari kalangan non Papua atau pendatang.

Menkopolhukam Jendral TNI (Purn) Wiranto saat memberangkatkan para pengungsi menyatakan, kembalinya ratusan pengungsi itu sebagai pertanda bahwa situasi di Kota Wamena kini telah aman dan kondusif.

“Jangan takut lagi untuk kembali ke Wamena dan kita bisa lihat bahwa warga sudah rindu untuk kembali memulai usaha yang sudah dirintis bertahun-tahun lamanya. Masyarakat yakin bahwa penghidupan mereka ada di sana,” kata Wiranto yang didampingi Panglima TNI. Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Polisi. Tito Karnavian saat memberangkatkan pengungsi di Base Ops Lanud Silas Papare, Jayapura, Rabu, (9/10).

Wiranto mengimbau kepada para pengungsi yang masih berada di Jayapura maupun yang telah berada di Kampung asalnya agar kembali ke Kota Wamena.

“Saya harapkan pasca kejadian yang lalu, kita semua tetap menjaga persaudaraan dan kedamaian di Wamena,” ujarnya.

Dia pun menegaskan, aparat gabungan TNI dan Polri bersama pemerintah akan memberikan jaminan keamanan bagi pengungsi yang kembali ke Wamena, hingga saatnya kembali beraktifitas seperti biasa.

Seorang pengungsi bernama Amir, 63 tahun, mengaku memilih kembali ke Wamena lantaran tuntunan pekerjaan dan usaha yang sudah dirintis selama ini.

“Kalau kembali ke kampung di Sulsel kita harus bangun lagi dari nol, sementara di Wamena sudah ada yang kita kenal jadi bisa kita bangun hubungan baik kembali, apalagi sekarang saya sudah tua,” jelas Amir yang sudah 14 tahun hidup di Wamena.

Demikian juga yang dirasakan Samuel Rante, 30 tahun, pengungsi yang memilih kembali ke Wamena.

Sehari-hari ia bekerja sebagai supir lintas ke berbagai kabupaten di wilayah pegunungan tengah Papua, sehingga perlu kembali lagi ke Wamena untuk melanjutkan kehidupannya.

“Aparat (keamanan) bilang sudah kondusif makanya kita balik, saya biasa sopir ke Tolikara dan daerah lain,” kata Samuel yang mengaku telah 8 tahun mengais rejeki di Wamena.

Sebelumnya, Polda Papua mencatat 33 orang meninggal dunia dan 78 orang luka-luka dalam kerusuhan di Wamena, pada 23 September 2019 lalu.

Sebagian besar korban meninggal akibat terjebak dalam bangunan yang dibakar oleh massa perusuh.

Sebagian lagi akibat dianiaya oleh massa dengan menggunakan benda tajam dan batu.

Selain menimbulkan korban jiwa, kerusuhan di Wamena menyebabkan 465 pertokoan dan tempat usaha yang dirusak dan dibakar, 224 kendaraan roda empat dan roda enam dan 150 kendaraan roda dua dibakar.

Sementara 165 rumah dan 20 perkantoran rusak dan dibakar perusuh.

Kerusuhan di Wamena memicu gelombang pengungsi ke Jayapura.

Tercatat 16.000 pengungsi telah keluar dari Wamena. Sebagian dari mereka telah kembali kampung asal masing-masing, akibat mengalami trauma.

Ribuan pengungsi ini pulang dengan bantuan transportasi gratis dari TNI-Polri serta berbagai relawan. (mt/sri)

LEAVE A REPLY