JAYAPURA (PT) – Ketua Komnas HAM Republik Indonesia, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, penambahan sedikitnya empat ribu pasukan keamanan ke Papua, pasca kerusuhan di beberapa kabupaten di wilayah itu, tidak mengindikasikan terjadinya darurat militer di Papua.

Ahmad mengatakan, jika suatu daerah dinyatakan darurat sipil atau darurat militer, mesti disampaikan secara resmi oleh pimpinan negara.

Akan tetapi, hal itu tidak pernah dinyatakan oleh Presiden.

“Nggak ada alasan dikaitkan dengan itu. Pimpinan nasional tidak pernah menyatakan itu. Jadi, kita anggap ini bukan darurat sipil dan darurat militer. Jadi, operasi keamanan dalam menangani satu peristiwa kekerasan, kerusuhan aja,” kata Ahmad Taufan Damanik kepada sejumlah wartawan, Rabu (16/10).

Menurutnya, situasi Papua saat ini hampir sama seperti daerah lain di Indonesia, semisal Jakarta yang dinyatakan siaga satu ketika terjadi kerusuhan.

Akan tetapi, kata Ahmad, keberadaan pasukan pengamanan tambahan di Papua hingga kini masih dipertanyakan berbagai pihak karena kasus kekerasan masih terjadi di Papua.

Ia mencontohkan, pasca demonstrasi rusuh di Kota Jayapura pada 29 Agutus 2019, ribuan aparat keamanan diperbantukan ke Papua.

Tetapi, kerusuhan masih terjadi saat demonstrasi di Wamena ibu kota Kabupaten Jayawijaya, pada 23 September 2019 lalu.

Selain itu, ada warga yang mengadu ketika diserang kelompok tertentu tidak mendapat perlindungan.

“Yang jadi pertanyan adalah, apa korelasi antara penambahan pasukan untuk penguatan pengamanan dengan keluhan warga? Namun (itu) mesti diuji terlebih dahulu,” ujarnya.

Ahmad menambahkan, hingga kini Komnas HAM belum memperoleh data pasti mengenai alasan penambahan pasukan ke Papua, termasuk berapa banyak jumlah pastinya, di tempatkan di mana saja dan apa saja tugas dari ribuan personil tersebut.

“Selama ini penyampaiannya hanya secara umum. Untuk memperkuat pengamanan, terutama objek-objek vital dan melindungi warga di Papua setelah sejumlah kerusuhan. Saya akan bertemu Kapolri dan menanyakan itu,” tandasnya.

Sementara itu, Komnas HAM juga telah melakukan pertemuan dengan Kapolda Papua dan Pangdam XVII/Cenderawasih, pada Selasa (15/10/2019), untuk memastikan sejauh mana eskalasi pengamanan yang diperlukan pascarusuh Papua, hingga cara mencari solusinya.

Kapolda Papua, Irjen Pol. Paulus Waterpauw mengaku telah mencermati setiap peristiwa unjuk rasa tolak rasisme, mulai dari tindakan rasial kepada mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, hingga unjuk rasa yang berakhir anarkis beberapa bulan terakhir di sejumlah kota di Papua dan Papua Barat.

“Kami telah tangani langkah penegakan hukum, serta upaya pemulihan situasi kamtibmas,” kata Waterpauw dalam pertemuan itu.

Sementara itu, Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Herman Asaribab menegaskan tugas TNI dalam aksi anarkis di sejumlah tempat di Papua adalah membantu dan mendukung  tugas kepolisian dalam rangka penanganan konflik sosial.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengakui jika pengerahan ribuan personil Brimob dan TNI untuk mengamankan Papua hingga benar-benar kondusif, pascademo anarkis yang terjadi di sejumlah daerah di wilayah itu.

Ia mengatakan akan menambah pasukan lagi, jika masih diperlukan. (mt/sri)

LEAVE A REPLY