JAYAPURA (PT) – Badan pemeriksa keuangan (BPK) mencatat porsentase opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pemerintah daerah di Provinsi Papua baru mencapai 36,67 persen.

Angka ini jauh dibanding porsentase rata-rata WTP pemerintah daerah secara nasional 82 persen.

Secara umum, rendahnya porsentase WTP Papua disebabkan lemahnya pengelolaan asset daerah. Pengelolaan asset tetap dinilai belum memadai.

“Pada umumnya aset di lingkungan pemerintahan di Papua bermasalah. Dalam beberapa kasus, kami memanggil kepala daerah untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK,” beber Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua, Paula Henry Simatupang, dalam Media Workshop bersama puluhan wartawan, Selasa, (5/11).

Workshop ini dimaksud guna memberikan pemahaman bagi para wartawan agar memantapkan pengawasan pengelolaan keuangan di wilayah Papua.

Menurut Simatupang, meski laporan keuangan di 11 kabupaten Provinsi Papua mendapat opini wajar tanpa pengecualian dari BPK pada 2018 lalu, namun ada beberapa catatan terkait permasalahan laporan keuangan tersebut.

Catatan itu diantaranya pengelolaan aset tetap belum memadai, pertanggungjawaban kas masih belum tertib, penyajian asset lainnya tidak memadai, pencatatan aset tetap dilakukan secara gabungan, pengelolaan dan penyajian persediaan tidak tertib.

“Terakhir, pertanggungjawaban belanja tidak tertib,” ujarnya.

Untuk itu, BPK Perwakilan Provinsi Papua merekomendasikan agar pemerintah daerah melakukan perbaikan pencatatan dan penyajian aset tetap, sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan.

“Kalau dia WTP bukan berarti tidak ada masalah material. Kalau WTP aja bermasalah, bagaimana dengan WDP,” kata Simatupang seraya menegaskan jika BPK tidak boleh memberikan bimbingan teknis bagi instani pemerintahan dalam pelaporan pertanggungjawaban keuangan maupun aset daerah.

Namun, lanjutnya, BPK hanya dapat memberikan rekomendasi sebagai evaluasi ke depan.

“Sejak 2004 hingga 2019 permasalahan di Papua masih soal pencatatan aset daerah. Lemahnya kompetensi SDM yang kurang memadai, adanya pergantian kepemimpinan daerah dan ASN yang berkompeten di bidang itu. Sehingga, permasalahan soal aset daerah seperti diwariskan,” pungkas pria berdarah Batak itu.

Data yang diperoleh Papuatoday.com dari Humas BPK menyebutkan, laporan keuangan 11 kabupaten/kota di Papua memperoleh opini WTP (wajar tanpa pengecualian), 11 kabupaten lainnya memperoleh predikan WDP (wajar dengan pengecualian), sementara delapan kabupaten lainnya masih TMP (tidak memberikan pendapat) atas penilaian BPK.

Di tahun 2019, BPK menyebut 11 kabupaten di Papua memperoleh entitas WDP dalam pemantauan tindak lanjut (TL) semester 1. 11 kabupaten itu yakni Dogiyai 61,8 persen, Intan Jaya 43,9 persen, Deiyai 66,9 persen, Nduga 80,5 persen, Pegunungan Bintang 65,4 persen, Puncak 50,7 persen, Puncak Jaya 63,53 persen, Paniai 81,9 persen, Supiori 45,9 persen, Yahukimo 67,6 persen, dan Lanny Jaya 77,4 persen.

Sementara itu, laporan keuangan delapan kabupaten lainnya masih masih dalam entitas TMP. Delapan kabupaten itu yakni Waropen 30,9 persen, Boven Digoel 53 persen, Mamberamo Tengah 54,7 persen, Mamberamo Raya 17,2 persen, Mappi 43,3 persen, Biak Numfor 38, 2 persen, Sarmi 64,1 persen, dan Tolikara 58,4 persen. (mt/sri)

LEAVE A REPLY