JAYAPURA – Polemik perdebatan status Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang disodorkan pemerintah pusat kepada PT Freeport Indonesia dan belum ada titik terang membuat Gubernur Papua Lukas Enembe, SIP, MH angkat bicara.

Gubernur Lukas Enembe, SIP, MH menegaskan, sudah saatnya PT Freeport Indonesia tunduk dan taat pada undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Apalagi PT Freeport Indonesia sudah melakukan pertambangan di Papua selama puluhan tahun lamanya dan banyak meraup keuntungan.

“Kini saatnya Freeport Indonesia tunduk dan taat pada undang-undang kita. Kita sekarang minta saham 51 persen dan Freeport hanya bisa memberi 49 persen. Ini wajib hukumnya,”tegasnya kepada wartawan di Hotel Fave Hotel Jayapura, Selasa kemarin.

Dijelaskannya, UU No 4 tahun 2009 ditambah dengan Peraturan Pemerintah No 1 tahun 2017 maka PT Freeport Indonesia sudah harus tunduk dan taat karena memang PT Freeport Indonesia sudah banyak mengambil kekayaan alam di Papua.

Diakui Gubernur, pihaknya dengan tegas mendukung upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan memiliki 51 persen saham. Dan mengganti status kontrak karya yang selama ini dilakukan dengan upaya IUPK.

“Kalau kontrak karya itu sudah harus dirubah karena memang Indonesia waktu itu belum memiliki apa-apa dan kini sudah seharusnya menyerahkannya ke Indonesia,”terangnya.

Sekedar diketahui, sebelumnya President dan CEO Freeport McMoRan Inc Richard C. Adkerson mengaku akan menggugat Pemerintah Indonesia jika belum juga mendapatkan keputusan negosiasi kontrak yang kini masih dalam perdebatan.

Richard dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (20/2), mengatakan Jumat (17/2) lalu PT Freeport Indonesia telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan mengenai tindakan wanprestasi dan pelanggaran kontrak karya oleh Pemerintah Indonesia.

Menurutnya, Freeport tidak dapat melakukan ekspor tanpa mengakhiri kontrak karya yang ditandatangi 1991 silam itu.

Ia juga menilai kontrak karya tersebut tidak dapat diubah sepihak oleh Pemerintah Indonesia melalui izin ekspor yang diberikan jika beralih status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Oleh karena itu, melalui surat tersebut diharapkan bisa didapat solusi atas kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.

“Dalam surat itu ada waktu 120 hari di mana pemerintah Indonesia dan Freeport bisa menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada. Kalau tidak selesai, Freeport punya hak untuk melakukan arbitrase,”tandasnya. (tim)

LEAVE A REPLY