JAYAPURA – Rapat kerja yang dilakukan Komisi V DPRP bersama dengan mitra dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua dalam rangka membahas sejumlah masalah diantaranya masalah pengalihan status SMA/SMK dari Kabupaten/Kota ke Provinsi.

Dalam rapat tersebut ternyata pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke Provinsi Papua membutuhkan anggaran besar yakni kurang lebih Rp 350 miliar.

Ketua Komisi V DPR Papua, Yan P. Mandenas, S.Sos, M.Si mengakui bahwa hal tersebut sangat krusial, lantaran pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK sesuai UU No 23 Tahun 2014 sehingga Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua membutuhkan tambahan anggaran kurang lebih Rp 350 miliar untuk membayar honor, baik itu staf PNS maupun non PNS.

Mandenas menjelaskan, bahwa pelimpahan itu konsekuensinya guru, baik honor maupun insentif dibayar oleh kabupaten/kota, namun sekarang dibayar oleh provinsi.

“Total anggaran yang kita butuhkan untuk membayar 6 ribu guru yang terdiri dari PNS maupun non PNS, kurang lebih kita butuhkan anggaran tambahan untuk membayar honor dan insentif mereka kurang lebih Rp 350 miliar,” terangnya kepada wartawan usai memimpin rapat kerja tersebut di Hotel Horison Jayapura, Rabu (22/11/2017).

Oleh karena itu, pihaknya akan mendorong rapat lanjutan antara Gubernur Papua dan para Bupati/Wali Kota terkait pelimpahan kewenangan untuk memperhitungkan kembali anggaran tersebut.

“Kebutuhan anggaran Rp 350 miliar. Untuk mencari dari sumber lain, sudah tidak bisa didapatkan. Kecuali ada pengurangan anggaran dari kebijakan distribusi dana Otsus 80 persen untuk kabupaten/kota di Papua sebagai solusinya,”ucapnya.

Menurut Mandenas,  dari 80 persen dana Otsus ke kabupaten/kota itu kalau dikeluarkan tentu tidak ada masalah, jika dikeluarkan kewenangan pendidikan 15 persen anggarannya dikelola provinsi, bisa saja dilakukan karena itu kewenangan provinsi dan tinggal merevisi perda saja.

“Jadi, bisa juga dana Otsus 80 persen ke kabupaten/kota itu, kita pangkas 15 persen, berarti menjadi 65 persen ke kabupaten/kota. Anggaran 15 persen untuk tugas tambahan ke provinsi untuk menangani pendidikan,” terangnya.

Diakuinya, karena jika membuka celah mau cari anggarannya darimana maka tidak bisa dan sulit, karena semua SKPD hari ini membutuhkan anggaran. Apalagi PON ini masih membutuhkan anggaran kurang lebih Rp 3 triliun lebih untuk pembangunan.

Selain itu, dalam rapat kerja ini, lanjut Mandenas, juga membahas soal honor dan insentif-insentif dengan sistem dan mekanisme distribusi keuangan sampai dengan pengendalian dan pengawasan guru dan sekolah-sekolah yang bersangkutan, termasuk distribusi anggaran, fasilitas, distribusi buku dan fasilitas lain.

Untuk itu, Komisi V DPR Papua meminta dinas terkait merencanakan secara detail, managemen distribusi keuangan, distribusi buku-buku agar tidak asal pengadaan.

Kemudian mekanisme pengawasan dan pengendalian guru, ketika masuk SMA/SMK ke provinsi, kira-kira mekanisme apa yang tepat dibuat format oleh Dinas Pendidikan. Selain itu, pihaknya juga akan mendorong sistem pendidikan yang berkesinambungan dan tersistem.

“Jadi harus ada perencanaan yang sinkron dengan kabupaten/kota mulai dari perencanaan pendidikan usia dini, TK, SD, SMP kemudian naik SMA. Sehingga tidak asal merencanakan sekolah unggulan tingkatan SMA di lima wilayah adat saja, tapi harus direncanakan secara detail sampai tingkat paling bawah atau TK.

Itu yang kita minta perlu disinkronkan dulu dengan apa RPJMD kabupaten/kota,” tandasnya. (ara/rm)

LEAVE A REPLY