JAYAPURA (PT) – Kontrol sistem perlindungan, pengamanan dan pengawasan pengelolaan sumber daya alam hutan di Provinsi Papua selama tiga tahun terakhir menjadi lemah, akibat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Hal ini diungkapkan Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH dalam sambutannya yang dibacakan Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan, Politik dan Hukum Drs Simeon Itlay pada Rapat Koordinasi Pengamanan Hutan Provinsi Papua, Senin (22/10).

“Fungsi tugas perlindungan dan pengamanan hutan yang selama ini dilakukan di daerah kabupaten/kota dialihkan ke provinsi,” katanya.

Dijelaskan, selama masa peralihan untuk proses penataan kelembagaan inilah terdapat kefakuman fungsi tugas itu dan menjadikan ruang untuk terjadinya peningkatan perambahan hutan dan pembalakan liar (ilegal logging).

“Juga diperkirakan kurang lebih 25 – 30 persen persen hak negara melalui penerimaan sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi (DR) yang hilang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, perlindungan dan pengamanan hutan harus dipandang sebagai faktor penting dalam kerangka perencanaan pembangunan daerah Papua secara makro.

Sistem perlindungan, pengamanan dan pengawasan pengelolaan sumber daya alam hutan di Provinsi Papua masih sangat kurang, sehingga sering terjadi pemanfaatan secara ilegal dan tidak bertanggungjawab.

“Pembalakan liar merupakan kejahatan lintas sektoral, melintasi batas-batas suatu wilayah, bahkan negara sehingga termasuk dalam kategori transnational crime,” tandasnya.

Diakuinya, kejahatan bidang kehutanan dapat menimbulkan konflik sosial, bahkan menimbulkan disintegrasi bangsa dengan rusaknya fungsi-fungsi hutan baik dari aspek ekonomi, ekologis maupun budaya.

“Rapat koordinasi pengamanan hutan ini diharapkan menjadi momentum konsolidasi organisasi, sinkonisasi serta sekaligus membentuk kesepahaman tata hubungan kerja antar internal unit ditubuh organisasi perangkat daerah Dinas Kehutanan Provinsi Papua,” pungkasnya.

Kegiatan ini, diikuti pimpinan Cabang Dinas Kehutanan (CDK)  dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) se Papua berjumlah 33 orang, masing-masing 19 orang Kepala Cabang Dinas Kehutanan, 7 orang Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi dan 7 orang Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL).

Sementara itu,  Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua , Jan Jap L Ormuseray mengatakan, kegiatan Rapat Koordinasi Pengamanan Hutan  yang dilakukan saat ini merupakan rapat koordinasi pertama pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dijelaskan, rakor ini merupakan wujud dari  upaya konsolidasi kelembagaan kehutanan di tingkat dinas, CDK dan KPH  guna sinergitas tindak pengamanan hutan.

Diakui, pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014  kewenangan kehutanan termasuk kewenangan perlindungan hutan dilimpahkan pengurusannya ke tingkat provinsi.

Seiring dengan pengalihan kewenangan, terangnya, personil maupun pembiayaan serta sarana prasarana dan dokumen (P3D) juga dilimpahkan ke Pemerintah Pusat. Hal ini  tak hanya menghasilkan peningkatan pembiayaan, tapi juga membutuhkan waktu penyesuaian atau transisi   yang cukup lama.

Sayangnya, imbuh Jan Ormuseray, pada masa transisi itu, kebutuhan akan pengelolaan hutan terus berjalan. Kondisi ini memicu berbagai pelanggaran  dalam pemanfaatan hutan sebagai akibat  kevakuman pengelola hutan di tingkat tapak.

“Solusi pengelolaan hutan  yang ditawarkan oleh  Kementerian Lingkungan Hidup membentuk KPH,  namun KPH belum menjangkau seluruh wilayah hutan di Papua,” pungkasnya. (ing/rm)

LEAVE A REPLY