JAYAPURA (PT) – Dari 400 ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) wajib
melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua, baru 200 ribu ASN yang melapor atau baru 54%, masih 46% belum melapor hingga saat ini.

Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua & Maluku, Vincentius Sukamto, mengaku, saat ini mekanisme pembayaran pajak seluruh ASN Papua telah dilakukan secara rutin dimana langsung dipotong oleh bendahara pembayaran gaji.

“Oleh karena itu, tim dari kantor kami akan melakukan pendampingan, pertama untuk pembuatan bukti potong dan setelah seluruh ASN mempunyai SPT lalu akan dibuat kelas pengisian bersama dan akan di pandu oleh kami,” katanya.

Vincentius mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan mencapai 100 persen penyelesaiannya. Namun, ia berharap agar ada peningkatan lagi dari tahun sebelumnya.

“Keterlambatan pelaporan pajak ini kami tahu bahwa bukan disengaja, namun ada beberapa faktor yang menyebabkan SPT terlambat dilaporkan,” jelasnya.

Termasuk salah satunya pelaporan yang dilakukan oleh bendahara pembayar gaji, menurut Vincentius, laporan itu tidak bisa diklaim sebagai laporan resmi. Sebab, secara umum masing-masing ASN secara pribadi diwajibkan untuk melaporkan SPTnya.

Ia berharap ke depan jika sistem pelaporannnya telah mendukung, diyakini untuk presentase pelaporan pajak bisa mendekati 100 persen.

Kendati demikian, ia mengaku perpajakan bagi ASN (Papua) sudah bagus, hanya pelaporannya yang masih kurang.

Sebelumnya, Pemprov Papua menginginkan bukti pemotongan pajak (1721 A2) dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) setiap Aparatur Sipil Negara, dilakukan secara digital, tidak manual.

Sekda Papua, TEA Hery Dosinaen, mengatakan saat ini pemerintah provinsi sudah menggunakan sistem digital dalam hal pembayaran gaji, tambahan penghasilan pegawai dan honor-honor lainnya, yang mana pajaknya sudah terpotong secara otomatis di badan keuangan.

“Ini yang tidak diketahui oleh kantor pajak. Untuk itu, nanti ada koordinasi untuk bagaimana menyiapkan sistemnya sehingga semua bisa terkonek secara otomatis, karena apa yang disampaikan pihak pajak adalah secara manual, sehingga agak susah klarifikasi dan menyiapkan bahan-bahan yang harus dilengkapi,” kata Hery.

Ditambahkan, data mengenai penghasilan setiap pegawai sudah ada di Badan Keuangan, tinggal bagaimana koordinasi antara Kominfo, keuangan dan pajak untuk melihat A2 setiap pegawai.

“Koordinasi harus dilakukan, agar sistem secara online bisa terbangun dengan sangat baik,” imbuhnya. (ing/rm)

LEAVE A REPLY