SURABAYA (PT) – Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH dan Gubernur Jawa Timur, Kofifah Indar Parawangsa ditolak ketika hendak menemui mahasiswa yang ada di asrama Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, Selasa, (27/8)

Bahkan, pintu gerbang asrama dipasang spanduk bertulis warna merah ‘Siapapun yang datang kami tolak’.

Gubernur Lukas Enembe bersama Ny Yulce Enembe, Ketua DPR Papua, Yunus Wonda, Ketua MRP, Timotius Murib, sejumlah anggota DPR Papua dan MRPB dan tokoh pemuda serta tokoh agama hanya bisa berdiri di depan pintu gerbang asrama.

“Kaka minta tolong, bapak Gubernur datang ingin ketemu, bisa kah?” kata salah seorang rombongan.

Meski beberapa kali tim menyampaikan jika Gubernur Papua ingin bertemu, namun mahasiswa tidak mau membukakan pintu gerbang asrama.

Bahkan, mereka sempat melempari pasir ke rombongan.

Tak hanya itu, Gubernur bersama rombongan juga berusaha menyampaikan keinginan untuk bertemu, namun mahasiswa tak menggubris.

Ironisnya juga, ada oknum mahasiswa dari dalam asrama yang mau memukul dengan kursi lipat kearah Ny. Yulce Enembe yang saat itu memanjat pagar mengajak untuk berdialog.

“Kalau mau ketemu, lepaskan lambang garuda baru bisa ketemu,” koar para mahasiswa.

Akhirnya, Gubernur Enembe bersama rombongan memilih mundur dan meninggalkan asrama mahasiswa Papua.

Termasuk Gubernur Jawa Timur langsung diamankan kedalam mobilnya oleh Kapolda Jawa Timur.

Dari dalam asrama, mereka terus meneriakkan referendum dan Papua Merdeka.

Menyikapi penolakan itu, dalam konferensi pers di Hotel Grand Dafam Surabaya, Gubernur Enembe mengakui kurangnya koordinasi yang baik, sehingga terjadi penolakan tersebut.

Namun, ia pun menyayangkan sikap mahasiswa Papua di Surabaya atas penolakan itu.

“Ini mungkin terlalu emosi atau terlalu cepat kita datang, sehingga kita akan reschedule. Saya akan agendakan kembali untuk tim saya datang ke sana (asrama mahasiwa Papua Surabaya). Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk kami kesana, sehingga perlu untuk diagendakan kembali,” katanya.

Ditanya soal jumlah maupun penghuni mahasiswa di asrama mahasiswa Papua Surabaya, Gubernur Enembe mengaku tidak memiliki data yang pasti, ia memperkirakan terdapat 60 orang yang berada di dalam asrama tersebut.

Gubernur Enembe pun tak dapat memastikan apakah didalam asrama tersebut semuanya berstatus mahasiswa atau tidak.

“Namun, yang jelas, sebagai kepala daerah, saya kecewa dengan sikap mereka yang seperti itu. Kalau mau bicara merdeka atau referendum itu bukan urusan dengan Gubernur melainkan dengan pemerintah pusat. Saya pun sudah melaporkan ini kepada Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara. Demikian, perihal ini, sudah menjadi urusan kepala negara. Namun, yang jelas, Papua tetap bagian dari Indonesia,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua DPR Papua, Yunus Wonda mengatakan jika penolakan itu, hak mereka.

“Memang anak-anak belum mau menerima kami. Apa alasannya kami tidak tahu, apa dan mengapa?. Bagi kami itu biasa, itu hak mereka,” katanya.

Yang jelas, Yunus Wonda mengatakan jika tim dari Papua Dan Papua Barat sudah hadir.

Tapi, mereka menolak dan mereka menyatakan Kika disebut rasisme dan menuntut referendum.

“Kami hadir sebagai lembaga negara, apalagi pimpinan daerah dan orang tua, kami tidak bisa memaksa mereka untuk menerima kali,” pungkasnya. (sri/rm)

LEAVE A REPLY