JAYAPURA (PT) – Kepolisian Daerah Papua menyatakan keberadaan 22 jamaah Tabligh yang dipimpin Haji Nasir di Jayapura, tak lain untuk melakukan dakwah dan syiar islam bagi umat Muslim di Kota dan Kabupaten Jayapura.

Hal ini diungkapkan Kapolda Papua, Irjen Pol. Paulus Waterpauw menyikapi isu di media sosial, terkait adanya jamaah dari berbagai daerah yang ingin melakukan jihad ke Wamena ibu kota Kabupaten Jayawijaya baru-baru ini.

Kapolda menyebut, rombongan jemaah Tabligh itu berangkat dari pelabuhan Jakarta Utara dan tiba di Jayapura, pada Selasa, 1 Oktober 2019 pukul 09.45 WIT.

“Mereka menumpang KM Ciremai berjumlah 22 orang dan dijemput oleh Ustad Irfan menuju Masjid Serambi Madinah milik Haji Baddo di Entrop Distrik Jayapura Selatan, sebagai titik kumpul jamaah tersebut,” kata Waterpauw, Senin, (7/10), sore.

Selain 22 orang itu, lanjut Waterpauw, ada 8 orang lagi jamaah Tabligh asal India yang tiba di Jayapura, pada Minggu, 6 Oktober 2019 lalu.

Mereka berada di Masjid Nurul Hidayah yang beralamat di belakang BRI Kloofkamp, Distrik Jayapura Utara.

Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, keberadaan jamaah Tabligh ini dalam rangka untuk melakukan dakwah dan syiar agama Islam di Kota dan Kabupaten Jayapura, yang direncanakan berlangsung selama 4 bulan.

Namun, polisi tetap memantau kegiatan jamaah tersebut selama berada di Papua.

Rencananya, jamaah Tabligh akan melaksanakan syiarnya di Masjid Attaubah Pasar Youtefa, di Kota Jayapura dan Masjid Alazhar di Arso, Kabupaten Keerom.

Polda Papua pun telah berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Papua guna mengkomunikasikan kegiatan para jamaah selama berada di Bumi Cenderawasih.

“Jadi tidak benar bahwa telah hadir beberapa Kelompok Jihad di tanah Papua sebagaimana berita hoaks yang beredar belakangan ini. Saya imbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar jangan percaya dengan konten video dengan isu jihad yang dapat membuat resah masyarakat Papua,” imbau Waterpauw seraya menegaskan jika kerusuhan Wamena bukanlah ditengarai isu suku, agama, dan ras (SARA).

Sebelumnya, Ketua MUI Papua KH Saiful Islam Al Payage menyatakan rangkaian kerusuhan yang terjadi di Wamena pada 23 September 2019 lalu bukanlah konflik SARA.

Al Payage salah satu tokoh Muslim Papua yang juga merupakan putera asli Wamena ini mengajak seluruh masyarakat Indonesia, khususnya umat muslim untuk tidak menanggapi seruan jihad tersebut. Sebab, seruan jihad ke Wamena justru akan memperkeruh suasana dan menjadi masalah baru.

“Masyarakat jangan termakan informasi hoaks. Situasi di Papua sudah kondusif. Apabila ada kelompok yang memaksakan jihad ke Papua maka akan menimbulkan konflik baru yang bernuansa SARA,” tegas Kiyai Haji Al Payage saat ditemui Papuatoday.com di Jayapura, Jumat, 4 Oktober 2019.

Al Payage memandang, kerusuhan di Wamena dilakukan oleh kelompok tertentu yang ingin merongrong kesatuan dan persatuan bangsa. Menurutnya, kerusuhan itu ditengarai kepentingan politik dan ideologi.

Bahkan, Al Payage mengecam segala bentuk kekerasan yang terjadi di Papua.

Ia menolak tegas sebutan warga asli Papua dan pendatang, karena hal itu dinilai akan menimbulkan masalah bagi masyarakat.

“Saya minta masyarakat di dalam dan luar Papua untuk dapat menahan diri,” pinta KH Al Payage. (mt/sri)

LEAVE A REPLY