Gubernur Papua, Lukas Enembe bersama istri Ny. Yulce W. Enembe saat meniup lilin kue ulang tahun yang ke 54 tahun, Selasa (27/7)

JAYAPURA (PT) —Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH menyampaikan pidato politik saat merayakan ulang tahunnya yang ke- 54 tahun sekaligus ibadah syukur atas kesembuhannya di kediamannya di Koya, Kota Jayapura, Selasa (27/7).

Dalam acara ini, Gubernur Lukas Enembe didampingi sang istri Ny. Yulce W. Enembe dan putranya memotong kue ultah dan meniup lilin.

Turut hadir pimpinan OPD Pemerintah Provinsi Papua, tokoh agama, tokoh masyarakat, pimpinan KONI Papua dan handai taulan.

Berikut ini isi pidato politik lengkap Gubernur Papua.

Syalloom,
Salam Sejahtera untuk kita semua,
Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya.
Bung Karno pernah berkata, nasionalis yang sejati itu adalah nasionalismenya, bukan timbul semata-mata tiruan dari nasionalisme barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan.

Rakyat Papua yang saya kasihi, puji syukur saya panjatkan atas berkat Tuhan yang luar biasa kepada negeri ini, kepada kita semua, khususnya kepada saya dan seluruh masyarakat Papua, yang mana napas hidup masih diberikan sang pencipta kepada kita yang hadir dan menyaksikan pidato saya hari ini.

Tentu ada banyak saudara-saudara kita sesama umat manusia, yang sedang berjuang dan bertahan menghadapi gelombang pandemi Covid-19 yang hingga hari ini masih masif terjadi.

Termasuk kita ditanah Papua, dari lubuk hati terdalam kita panjatkan doa agar saudara-saudara kita yang telah mendahului kita diterima dalam Surga Tuhan Yang Kuasa.

Rakyatku Papua di gunung, di lembah, di pantai, di pesisir, di kampung-kampung bahkan yang ada diseluruh tanah air.

Di awal, saya sengaja mengutip kalimat Bung Karno soal nasionalisme. Mengapa demikian? Sebab, hingga detik ini masih saja ada beberapa pihak yang menganggap nasionalisme saya terhadap NKRI tidak murni atau tidak ada sama sekali.

Tuduhan dan sangkaan terhadap nasionalisme yang saya miliki terkadang sudah di luar batas dan mengandung kadar fitnah yang sungguh tebal.

Seperti kata Bung Karno, nasionalisme itu timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. Saya bersama banyak rakyat Papua selalu berupaya untuk senantiasa mengedepankan kasih dalam setiap tindakan.

Kami sadar bahwa ketertinggalan Papua hari ini adalah akumulasi dari banyaknya persoalan yang belum sepenuhnya pudar dari masa-masa yang lalu.

Oleh sebab itu, kami memilih sebuah visi yang bernama Papua Bangkit. Kami sedang berupaya sangat keras untuk melepas jerat kemiskinan, ketidakadilan dan ketimpangan yang membuat kami tertindih dan tertekan oleh faktor-faktor tersebut.

Untuk itu, saya selalu menyerukan Papua Bangkit, agar kami dapat melepas belenggu yang membuat banyak rakyat sakit dan menjerit untuk menuju sebuah mimpi yang tergantung di atas langit.

Di saat kondisi Papua seperti itu, saya tidak mengerti oleh pihak-pihak yang tak berhenti menyerang dan menuduh saya sebagai seorang pemimpin yang tidak nasionalis.

Merah putih masih terjahit rapih menyelimuti hati saya, terlebih kami orang-orang asli Papua sangat berterima kasih oleh sebuah semboyan indah Bhineka Tunggal Ika yang merajut tali persaudaraan kita selama puluhan tahun bangsa ini merdeka.

Saya Lukas Enembe, adalah seorang kepala daerah yang bernilai sama dengan 33 kepala daerah provinsi lainnya yang ada di Indonesia.

Tugas dan kewajiban yang saya miliki juga serupa dengan Bapak Anies Baswedan di Jakarta, Bapak Ridwan Kamil di Jawa Barat, Bapak Nova Iriansyah di Aceh, Bapak Olly Dondokambey di Sulawesi Utara, Bapak Isran Noor di Kalimantan Timur dan yang lainnya.

Kami semua adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat yang ada di daerah. Bukan berarti saya memiliki otoritas tanpa kendali, itu tidaklah benar.
Saya masih memiliki kesadaran bahwa seorang gubernur juga wajib menaruh hormat pada elemen pusat yang dipimpin oleh Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Saya juga ingin meluruskan bahwa kondisi yang ada saat ini akan terus bereskalasi dan sulit menemukan titik akhirnya apabila elemen pusat dan elemen daerah tidak saling membangun trust atau kepercayaan.

Teman-teman yang ada di seluruh Indonesia hendaknya dapat memulai untuk mengerti perihal perasaan yang ada didalam segelintir rakyat Papua, yang terus menyuarakan ingin merdeka. Begitu juga bagi saudara-saudara saya yang ada di Papua yang memiliki niat tebal untuk memerdekakan diri, hendaknya juga harus memulai untuk mengerti mengapa saudara-saudara kita di seluruh tanah air ingin sekali kita tetap dalam wadah NKRI.

Saling memahami adalah bangunan awal dari sebuah komunikasi. Ketika itu terjadi, maka komunikasi yang baik akan membangun sebuah relasi. Jika kita sudah menjalin relasi, maka peranan empati, simpati dan nurani akan mengalir dalam hubungan kita antar anak bangsa.

Wajib saya tegaskan bahwa saya harus selalu berdiri di tengah. Ketiadaan jembatan akan membuat tanah yang satu dan tanah yang lain tidak akan pernah terkoneksi. Jika itu terus terjadi, wajar saja apabila kita semua saling melempar tuduhan yang tidak benar dan validitasnya meragukan.

Saya mengajak semua rakyat saya di Papua untuk berkontemplasi dan pelan-pelan meyakini bahwa rumah besar bernama NKRI adalah juga rumah kita.
Jika rakyatku belum menemukan banyak hangat didalam rumah tersebut, mari saudara-saudaraku di seluruh tanah air untuk bersama-sama menciptakan hangat tersebut bagi kami yang ada di Papua.

Berikan kami pelukan hangat kalian, agar Papua mampu bangkit dan bersama-sama daerah lainnya memberikan kontribusi penuh bagi kemajuan negeri ini.
Terakhir, saya meminta kepada pemerintah pusat, kepada Presiden RI Bapak Jokowi dan seluruh jajarannya untuk meletakkan trust atau rasa percaya kepada saya dan kepada rakyat Papua tanpa ada sekat dan menara curiga yang terbangun di tengah-tengah kita.

Saya Lukas Enembe, Gubernur Provinsi Papua yang sudah memimpin tanah Papua sejak 2013 dan kini sedang menjalani masa-masa akhir jabatan saya sebagai seorang pemimpin di Papua, akan terus mengabdi dan bekerja secara maksimal untuk membawa Papua berlari menuju Indonesia Emas 2045.

Apabila nanti Indonesia telah mencapai usia emasnya, kami tidak ingin tertinggal sebagai sebuah daerah yang berkadar perak apalagi perunggu.
Jika Tuhan telah menakdirkan kami sebagai sebuah daerah yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), maka Papua juga terus berupaya untuk mencapai titik-titik kekayaan lainnya, kaya intelektual, kaya pembangunan, kaya kemanusiaan dan kaya akan keadilan.

Saya Lukas Enembe bukanlah siapa-siapa. Saya Lukas Enembe hanyalah seorang anak yang lahir dari rahim Mama Papua dan Bapa Papua yang berada jauh di ujung Kabupaten Tolikara.

Saya Lukas Enembe tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang Gubernur Papua, namun saya yakin hanya suara Allah Tuhan Sang Kuasa yang memberikan tanda-tanda heran untuk sebuah kebangkitan bagi rakyat Papua yang menghantarkan saya menjadi seperti saat ini.
Saya Lukas Enembe, menyerahkan perjalanan kepemimpinan ini hanya kepada Tanganmu Tuhan, Engkaulah yang menunjuk dan Engkaulah Yang Menjaga.

Izinkan saya tuntaskan tugas saya hingga selesai bersama rakyat Papua untuk meletakkan perubahan awal menuju perubahan-perubahan berikutnya sesuai dengan Kehendak-Mu
Terima Kasih Tuhan Engkau telah bersamaku hingga bertambah usiaku, jagalah keluarga kami, jagalah rakyat Papua dan seluruh masyarakat yang hidup di Papua.
Waa Waa Waa !!!
Terima Kasih
Tuhan Bersama Kita. (fil/rm)

LEAVE A REPLY