JAKARTA (PT) – Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) di Markas Besar Angkatan Darat RI, Jakarta mengeluarkan 5 rekomendasi penting.

Kelima rekomendasi itu antara lain, pertama dalam melakukan kegiatan jurnalistik, agar media-media anggota SMSI melaksanakan Jurnalisme Berbasis Pancasila (Pancasila Based Journalism) yang mengedepankan kebenaran dan kedamaian.

Kedua, menindaklanjuti Perjanjian Kerja Sama antara SMSI dan PUSSANSIAD di tingkat provinsi dengan KODAM maupun KOREM, serta SMSI di tingkat kota dan kabupaten dengan KODIM.

Ketiga, menentang pasal rencana KUHP yang mengancam kebebasan/kemerdekaan pers yang dilindungi Undang-Undang Pers no 40 tahun 1999, serta Kode Etik Jurnalistik.

Keempat, anggota SMSI diminta pro aktif mengedukasi masyarakat terkait kecerdasan memilah berita-berita hoax yang beredar di publik. Dan kelima, memperkuat industri pers dengan membangun kolaborasi dan mengembangkan sinergi dengan berbagai kalangan.

Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dalam arahannya mengajak untuk mengembangkan jurnalisme Pancasila. “Pers sangat berperan penting dalam menumbuhkan optimisme masyarakat, juga mendorong persatuan dan mendamaikan bangsa,” kata Azyumardi Azra, cendekiawan muslim yang terpilih menjadi Ketua Dewan Pers periode 2022-2025.

Azyumardi Azra menjelaskan jurnalisme berketuhananlah yang menumbuhkan persaudaraan dan toleransi sehingga berita-berita yang disajikan selalu berpijak pada kebenaran.

Media siber, menurutnya dapat menjangkau orang dan dapat mengajak warga berpartisipasi yang bermakna untuk mewujudkan democracy deliberative.

Sementara Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan bahwa rakyat Indonesia harus bersyukur memiliki Pancasila yang kemudian menjadi penyelamat dari kehancuran, sebagaimana yang dialami oleh negara-negara muslim di Timur Tengah.

Dalam berbagai kesempatan, Prof Azyumardi menegaskan pers sangat berperan dalam menjaga keutuhan dan kesatuan sosial. Karena itu pers harus menghindari isu-isu yang dapat memecah belah bangsa.

Pers jangan ikut membuat kegaduhan terlebih lagi menjelang Pemilu 2024 nanti. Pers sebaiknya menghadirkan narasi-narasi yang tidak memecah-belah. Pilih diksi yang menyejukkan.

Prof Azyumardi pernah menjadi Wartawan Panji Masyarakat (1979-1985), Dosen Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1992-sekarang), Guru Besar Sejarah Fakultas Adab IAIN Jakarta, dan Pembantu Rektor I IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998).

Ia juga merupakan orang Asia Tenggara pertama yang diangkat sebagai Professor Fellow di Universitas Melbourne, Australia (2004-2009), dan anggota Dewan Penyantun (Board of Trustees) International Islamic University Islamabad Pakistan (2004-2009).

Prof Azyumardi Azra yang lahir di Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatra Barat, pada 4 Maret 1955 ini memulai karier pendidikan tinggginya sebagai mahasiswa sarjana di Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada tahun 1982, kemudian atas beasiswa Fullbright, ia mendapakan gelar Master of Art (MA) pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, Columbia University tahun 1988. Ia memenangkan beasiswa Columbia President Fellowship dari kampus yang sama, tetapi Azyumardi pindah ke Departemen Sejarah, dan memperoleh gelar MA pada 1989.

Pada 1992, ia memperoleh gelar Master of Philosophy (MPhil) dari Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of Philosophy Degree dengan disertasi berjudul The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama ini the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Tahun 2004 disertasi yang sudah direvisi diterbitkan secara simultan di Canberra (Allen Unwin dan AAAS), Honolulu (Hawaii University Press), dan Leiden, Negeri Belanda (KITLV Press).
Kembali ke Jakarta, pada 1993 Azyumardi mendirikan sekaligus menjadi pemimpin redaksi Studia Islamika, sebuah jurnal Indonesia untuk studi Islam.

Pada tahun 1994-1995 dia mengunjungi Southeast Asian Studies pada Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford University, Inggris, sambil mengajar sebagai dosen pada St. Anthony College.

Azyumardi Azra adalah seorang akademisi berprestasi, pemikir Islam progresif dan satu dari salah seorang cendekiawan muslim “pendobrak” dan pembaru.

Kiprahnya selama ini di dunia pendidikan Islam menghasilkan inovasi-inovasi yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. Salah satu hasilnya adalah, transformasi IAIN Syarif Hidayatullah menjadi UIN Syarif Hidayatullah, yang menjadikan institusi pendidikan Islam bisa masuk ke dalam arus utama, menjadi lebih open-minded, berkualitas dan bermartabat di mata masyarakat.

Azyumardi terpilih sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 1998 dan mengakhirinya pada 2006. Pada tahun 2010, dia memperoleh titel Commander of the Order of British Empire, sebuah gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris dan menjadi ‘Sir’ pertama dari Indonesia.

Azyumardi menikah dengan Ipah Farihah dan dikaruniai 4 anak, yakni Raushanfikri Usada, Firman El-Amny Azra, Muhammad Subhan Azra, dan Emily Sakina Azra. (nald)

LEAVE A REPLY