Dari Lanjutan Sidang Gugatan Pilgub Papua di MK

JAKARTA (PT) – Sidang lanjutan sengketa Pilgub Papua yang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki persidangan kedua, Selasa (31/7/2018).

Agenda persidangan kedua ini adalah mendengarkan jawaban atau klarifikasi dari termohon dalam hal ini KPU Papua, Bawaslu Papua dan pihak terkait atas materi gugatan pemohon dalam hal ini Paslon nomor urut 2, JWW-HMS.

Dalam keterangannya, tim kuasa hukum termohon, Pieter Ell, SH mengatakan, jawaban dalam eksepsi legal standing dan ambang batas dimana terjadi seslisih perolehan suara 35,68 persen dan telah melebihi ambang batas 1,5 persen.

Oleh karena itu, pihaknya menilai pemohon tidak mempunyai legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan dalam perkara ini.

Kemudian dalam eksepsi kedua yakni kewenangan mengadili bahwa pemohon hanya mengadilkan tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh termohon dan pihak terkait, namun faktanya dugaan pelanggaran itu harusnya menjadi kewenangan Panwaslu tingkat kabupaten maupun Bawaslu Provinsi Papua.

“Selaku termohon, kami belum satupun mendapatkan rekomendasi dari Bawaslu atau Panwaslu terkait dugaan pelanggaran yang dituduhkan oleh pemohon,” ungkapnya.

Selain itu, tidak ada satu dalilpun yang ditujukan oleh pemohon tentang selisih perolehan suara antara pemohon dengan pihak terkait sehingga menurutnya permohonan pemohon kabur karena tidak menjelaskan tentang selisih perolehan suara.

“Perolehan suara yang benar menurut pemohon tidak didilkan dalam pokok-pokok permohonan. Oleh karena itu, kami meminta kepada majelis hakim agar permohonan pemohon dinyatakan kabur dan tidak dapat diterima,” tegasnya.

Diterangkan, mengenai sistem noken yang diklaim pemohon bahwa terjadi tindakan secara masif di 13 kabupaten yang menggunakan sistem noken di Papua, pihaknya menolak bahwa dari 13 kabupaten itu, faktanya 2 kabupaten tidak menggunakan sistem noken yaitu Kabupaten Pegunungan Bintang dan Yalimo.

“Kedua kabupaten ini tidak menggunakan sistem noken sejak Pileg dan Pilpres 2014. Bahkan Pilkada Pegunungan Bintang dan Yalimo tidak lagi menggunakan sistem noken. Oleh karena itu, dalil ini kami tolak,” ucapnya.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada MK untuk mengabulkan eksepsi termohon untuk seluruhnya dan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.

Kemudian menyatakan benar dan tetap berlaku SK KPU Papua tentang penetapan rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara dan hasil Pilgub Papua tahun 2018.

Sementara itu, dalam keterangannya dimuka persidangan, Bawaslu Papua menerangkan bahwa pelaksanaan Pilgub Papua berjalan dengan baik meskipun ada beberapa distrik yang melakukan pemilihan susulan dikarenakan faktor cuaca.

Ia mengakui bahwa Bawaslu Papua hingga ke jajaran tingkat bawah sudah melakukan pengawasan. Dalam pengawasan itu sistem pemungutan suara ada beberapa daerah yang menggunakan sistem noken.

“Dalam Pilgub Papua, kami tidak menerima adanya laporan yang diberikan kepada kami untuk menjadi bahan pelanggaran untuk diproses,” tegasnya.

Ia menambahkan, mengenai gugatan pemohon tentang adanya dugaan keterlibatan ASN dan intervensi, pihaknya mengakui bahwa sejauh pengamatan pihaknya sama sekali tidak menerima laporan tersebut.

Secara terpisah, tim kuasa hukum termohon, Heru Widodo kepada wartawan menjelaskan, dari keterangan semua termohon baik KPU, Bawaslu maupun pihak terkait didalam persidangan menyatakan bahwa penyelenggaraan Pilgub Papua sudah berjalan dengan baik dan tidak ada masalah serta tidak ada laporan yang kemudian berujung kepada suatu pelanggaran.

“KPU dan Bawaslu menegaskan bahwa sisten noken memang masih digunakan di Papua sehingga hasil Pilgub Papua yang diperoleh dengan sistem noken adalah sah,” imbuhnya.

Senada dengan itu, komisioner KPU, Tarminto juga menjelaskan bahwa apa yang dituduhkan oleh pemohon tidak benar dan tidak terjadi, karena faktanya tidak ada bukti-bukti pelanggaran yang detail disampaikan dalam materi gugatan pemohon.

Diakuinya, di setiap tingkatan tidak ada laporan kejadian khusus baik ketika hendak direkap maupun saat proses pemungutan suara.

Bahkan, lanjutnya, Bawaslu tidak satupun mengeluarkan rekomendasi baik dari tingkat Panwaslu Distrik maupun kabupaten.

“Semua pelanggaran itu harusnya berproses ketika sedang dalam proses. Sehingga ketika Panwaslu tidak mengeluarkan rekomendasi maka dianggap pemungutan suara dan perekapan suara sudah berjalan sesuai dengan aturan,” kata Tarminto.

Sementata itu, tim kuasa hukum pihak terkait, Yance Salambauw, SH mengungkapkan, mengenai sistem noken dalam Pilgub Papua tidak merugikan siapa-siapa.

Bahkan, dalam sistem noken itu ada dua kabupaten yang dimenangkan oleh pemohon dan sebelihnya juga ada distrik yang menggunakan sistem noken dimenangkan pemohon.

“Artinya, kemenangan pihak terkait di daerah tertentu yang menggunakan sistem noken juga ada dimenangkan oleh pemohon bahkan pihak terkait memperoleh suara nol. Jadi untuk masalah noken bukan menjadi dalil dalam perkara ini,” bebernya.

Berbeda dengan tim kuasa hukum pemohon, Saleh, SH, MH yang menyatakan bahwa semua klarifikasi baik dari termohon yakni KPU dan Bawaslu tidak spesifik menjawab apa yang didalilkan dalam gugatan pemohon.

“Majelis hakim sudah menjelaskan dalam persidangan sebelumnya bahwa dalam menjawab klarifikasi dari termohon supaya spesifik satu persatu kabupaten dijelaskan. Namun ternyata didalam persidangan tidak satupun pihak termohon menjelaskan secara spesifik kecuali hanya Kabupaten Mamberamo Tengah sementara kabupaten lain tidak dijawab,” tukasnya.

Ia menilai, ketika termohon tidak menjawab secara spesifik maka itu adalah sebuah kebenaran.

Oleh karena itu, pihaknya menganggap permohonan yang tidak dijawab adalah sebuah kebenaran.

Artinya, kata dia bahwa termohon tidak bisa mengkonter bahwa apa yang didalilkan oleh pemohon itu adalah benar adanya.

Majelis hakim yang diketuai Aswanto dan hakim anggota masing-masing Suhartoyo dan Mahanan Sitompul menunda persidangan dan menyatakan akan melakukan musyawarah majelis terkait perkara tersebut untuk putusan sela. (dm)

LEAVE A REPLY