JAYAPURA (PT) – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Papua yang membidangi perekonomian John NR Gobai meminta, Pemerintah Papua segera menerbitkan peraturan gubernur (Pergub) tentang hutan adat, agar masyarakat dapat mengelola hutan adat mereka sendiri.

“Ya jadi kita akan berkoordinasi dengan dinas terkait agar mendorong Pergub atau perda tentang hutan adat. Sebagai implementasi dari MK 35 tahun 2012,” kata John Gobai saat ditemui wartawan di ruang Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua, Kamis (17/1).

Namun kata John Gobai, hal penting yang juga harus dilakukan adalah menyamakan persepsi antara masyarakat adat dan pemerintah pusat tentang apa itu hutan adat. Sebab, yang masyarakat tahu hutan adat adalah hutan yang sudah turun temurun milik keluarga.

“Cocokkan cara pandang Papua dan Jakarta bahwa ada konten lokal dan muatan lokal di Papua tentang masyarakat Papua memandang hutannya. Dan juga pengaturan dari kementrian terkait dengan hutan adat yang akan kita tuangkan dalam regulasi tersebut,” jelasnya.

Dikatakan, sebenarnya melalui Fraksi Gerindra DPR Papua sudah menyuarakan agar Pemerintah Provinsi Papua segera menerbitkan pergub tentang hutan adat.

“Sikap Fraksi Gerindra mendesak pemprov harus mengeluarkan pergub tentang hutan adat. Karena mereka punya cara berpikir sederhana. Ini hutan adat saya untuk dikelola,” tandasnya.

Oleh sebab itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan dinas terkait dan juga akan mengundang masyrakat adat serta pelaku industri dan pelaku usaha kayu masyarakat adat.

Untuk bersama-sama merumuskan regulasi tersebut.

“Jadi sekali lagi saya minta Pemprov dan Pempus jangan hanya menstigma orang ilegal sebab hal ini yang membuat semangat NKRI untur. Jadi ini yang harus dicatat baik,” pungkasnya.

Sebelumnya, penyitaan 57 kontainer kayu merbau di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan dan Surabaya, baru-baru ini, membuat masyarakat adat Papua dan pengusaha perkayuan tidak terima lantaran kayu mereka dianggap ilegal.

Untuk itu, setelah melakukan aksi unjuk rasa di Kantor UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Papua, agar Kementerian LHK dan Ditjen Gakkum bersama tim melepas kayu yang disita tersebut, masyarakat adat dan pengusaha perkayuan mengeluhkan masalah tersebut ke Anggota Komisi II DPR Papua, John NR Gobai di ruang Bapemperda DPR Papua, Kamis (17/1).

Perwakilan Dewan Adat Papua, Robby Kbarek Png mengatakan, jika status hutan telah dikembalikan ke hutan adat sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 35/PU/X/2012.

“Jadi, kami berpikir tidak muluk-muluk. Kayu ini tidak kami curi, tapi kayu ini kami punya dan kami ingin olah untuk kesejahteraan anak cucu. Berikanlah kami aturan yang baik,” katanya.

Untuk itu, ia meminta agar ada regulasi yang dapat melindungi masyarakat adat pemilik hak ulayat hutan untuk mengolah kayu tersebut, tanpa terus ada stigma ilegal.

“Kita sudah lama perjuangkan NSPK. Tapi kita sudah lepas itu saja, karena tidak ada respon. Tapi kami perjuangkan hak ulayat hutan adat yang sekarang menjadi milik kami. Dalam prakteknya, banyak keluhan dari masyarakat adat yang ditangkap, dipukul dan disita alat kerjanya,” ujarnya.

Ketua Asossiasi Industri Perkayuan Papua atau ISWA Papua, Daniel Garden menambahkan, jika anggota ISWA ada 36 industri yang masih berjalan dengan kapasitas 6000 kebawah.

“Pola kerja memang dari sisi aturan pemerintah bahwa izin yang diberikan sumber bahan baku dari izin yang sah, seperti HPH dan IPK. Tapi, IPK tidak ada lagi, tinggal HPH. Namun, HPH juga tak lagi bisa mempasok untuk industri perkayuan, apalagi harganya sama seperti di Surabaya dan HP ini industrinya di luar Papua, sehingga mereka mengutamakan industri itu,” jelas Daniel Garden.

Sebagai pelaku industri, kata Daniel Garden, tentu tidak bisa mengandalkan pasokan kayu dari HPH saja, namun ada masyarakat adat yang datang menawarkan kayu sehingga terpaksa diterima.

“Tidak ada kayu satupun dari HPH yang digunakan untuk membangun di Papua, itu tidak ada. Termasuk kayu untuk membangun gedung DPR Papua, kalau ada pakai kayu, itu kayu ilegal jika berbicara aturan. Karena itu semua disuplay masyarakat adat,” katanya.

Menurutnya, jika tidak ada regulasi, tentu semua ilegal di Papua, termasuk kayu-kayu yang digunakan untuk pembangunan gedung pemerintah maupun masyarakat.

“Ini perlu disikapi. Kalau memang masyarakat adat kita legalkan, kalaupun ada kewajiban kepada negara, tentu kita bayar,” pungkasnya.(ara/rm)

LEAVE A REPLY