JAYAPURA (PT) – Laporan pendapat Komisi II DPR Papua terhadap Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tetang APBD Tahun 2019 dan Raperdasus Non APBD, dalam sidang paripurna ke VIII, Komisi II DPR Papua mengulas beberapa indikator kesejahteraan yang oleh Pemprov Papua turut dijadikan acuan dalam menyusun RAPBD 2019.

Beberapa indikator yang diulas itu disampaikan langsung oleh Ketua Komisi II DPR Papua, Herlin Beatrix M. Monim saat menyampaikan laporan komisinya di ruang sidang DPR Papua, Kamis (17/1) malam.

Dikatakan, dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Komisi II DPR Papua mengapresiasi usaha dan kerja keras Pemprov Papua yang dalam beberapa tahun terakhir berhasil menjaga trend positif peningkatan IPM di Provinsi Papua.

“Kami mencatat bahwa IPM di Provinsi Papua pada tahun 2016 masih berada di angka 58,05. Tapi di tahun berikutnya, angka ini kembali meningkat di tahun 2017 dengan mencapai angka indeks 59,09,” kata Beatrik Monim.

Menurut Srikandi Partai NasDem ini, berpegang pada 3 prioritas kebijakan yang diantaranya, peningkatan layanan kesehatan yang berkualitas, peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan, serta menjaga daya beli masyarakat menengah kebawah, Pemerintah Daerah memproyeksikan IPM di Provinsi Papua akan kembali meningkat dan menyentuh angka 60,05 pada 2019.

“Trend peningkatan ini tentu menjadi hal positif bagi upaya perbaikkan kualitas sumber daya manusia Papua,” kata Beatrix Monim sapaan akrabnya.

Sementara itu, untuk angka kemiskinan, Komisi II DPR Papua berpendapat, perbaikan kualitas IPM dan penguatan ekonomi mikro melalui penyediaan lapangan kerja yang memadai, terbukti cukup efektif menekan angka kemiskinan di Provinsi Papua.

Untuk itu, Komisi II DPR Papua mengajak semua pihak untuk mendorong dibentuknya Rancangan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZP2K) tentang tata ruang laut di Provinsi Papua.

“Perlu juga kami sampaikan bahwa Perdasi yang ada yakni Perdasi Nomor 9 Tahun 2016 tentang Usaha Perikanan pada realitasnya tidak mencantumkan tata ruang kawasan laut,” imbuhnya.

Menurutnya, hal ini dianggap menjadi kendala sekaligus hambatan bagi upaya untuk memaksimalkan hasil laut sekaligus penindakan terhadap aksi illegal fishing.

Terkait bidang perindustrian dan perdagangan, Komisi II DPR Papua meminta agar pembangunan pabrik petatas di Keerom kembali dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2019.

Namun, Komisi II DPR Papua menaruh harapan agar persoalan klasik yang dihadapi pedagang asli Papua yakni sulitnya memasarkan hasil bumi mereka dapat segera mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah.

Selain itu, lanjut Herlin Monim, kendala distribusi dan pemasaran hasil pangan lokal, niat pemerintah untuk melokalisir hasil pangan lokal juga terhadang oleh ketiadaan tempat untuk menampung hasil pangan warga.

Keberadaan tempat penampungan pangan local, layaknya gudang Bulog, menurut Komisi II DPR Papua, perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah.

Langkah ini dapat dilihat sebagai alternatif bagi upaya daerah untuk menjaga ketersediaan bahan makanan, selain beras di tanah Papua khususnya.

Sementata untuk bidang peternakan, Komisi II DPR Papua menekankan perlunya memastikan kesediaan pasokan bahan makanan dalam menyambut pagelaran PON XX di tahun 2020.

Untuk itu, pembudidayaan ternak sapi, kambing bahkan peternakan unggas pun sedari kini perlu didorong oleh OPD terkait.

“Jadi hemat kami, selain kebutuhan penyelenggaraan PON XX juga diharapkan sebagai pelecut swasembada pangan di Papua dan penyiapan usaha peternakan dalam menunjang ketersediaan pangan nantinya menjadi hal penting yang perlu segera diserius oleh Dinas terkait,” imbuhnya. (ara/rm)

LEAVE A REPLY