JAYAPURA – Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara melaksanakan kegiatan Pembinaan dan Pengawasan (Binwas) Terpadu Mineral dan Batubara (Minerba) di Provinsi Papua. Kegiatan ini untuk lebih menitik beratkan tentang permasalahan-permasalahan yang ada disekitar wilayah izin usaha pertambangan di Papua.

Sebab, sejak terbitnya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan penerbitan izin, pembinaan dan pengawasan dalam bidang pertambangan di daerah telah beralih pada pemerintah provinsi.

Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Papua, Drs. Elia I Loupatty, MM mengatakan rekapitulasi IUP di Provinsi Papua yakni, mineral logam 93 IUP, batubara 26 total 119 IUP dan Clear and Clean 57 IUP, Non Clear and Clean 62 IUP.

“Untuk itu, melalui kegiatan pembinaan dan pengawasan, menjadi langkah positif dalam membina serta mengawasi pemegang IUP Se-Papua,”ungkapnya saat memberikan sambutan.

Menurutnya, pertambangan merupakan salah satu sektor penting untuk menunjang pembangunan nasional, yang mana peran sektor pertambangan sebagai penggerak roda ekonomi dalam negeri akan semakin dituntut untuk tetap mampu memberikan kontribusi positif secara kontinyu terhadap pembangunan negara dan daerah sekitar.

“Lokasi tambang dengan tetap melaksanakan pengelolaan pertambangan baik dan benar terhadap lingkungan alam, sosial dan hak asasi manusia,”ucapnya.

Sekedar diketahui bahwa Papua memiliki potensi tambang dengan cadangan besar dan kadar yang tinggi, diantaranya adalah mineral logam seperti emas, nikel, tembaga dan sebagainya. Demikian juga dengan endapan batubara, mineral bukan logam, mineral radioaktif (indikasi) dan batuan. Beranekaragamanya jenis bahan galian yang dijumpai di Papua, menjadi daya tarik bagi investor dalam negeri maupun luar negeri.

“Kehadiran PT. Freeport Indonesia yang berskala dunia menunjukkan, cadangan mineral logam di Papua begitu besar, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku tambang pemegang IUP untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan operasi di Papua,”imbuhnya.

Ia menekankan, UU Otonomi Khusus selaras dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana segala pengelolaan usaha pertambangan dilaksanakan oleh pemerintah provinsi Papua. Dengan demikian lanjutnya, diharapkan dapat menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna dan berdaya saing, sehingga para stakeholder yaitu, investor, masyarakat dan pemerintah saling diuntungkan.

“Sebagai salah satu kewajiban perusahaan kepada pemerintah dengan tujuan agar pelaksanaan kegiatan pengusahaan pertambangan dapat diketahui oleh pemerintah dan mendapatkan pembinaan serta pengawasan secara meyeluruh dari pemerintah pusat dan daerah,”ucapnya.

Lebih jauh diungkapkan, keberadaan bahan tambang yang beraneka ragam sampai di area terpencil. Di beberapa kabupaten di Papua seperti Nabire, Paniai, ratusan pertambangan tanpa izin (PETI) melakukan kegiatan yaitu penambangan emas sekunder disepanjang sungai Siriwo, Derewo.

Untuk itu, guna mengatasi maraknya PETI diperlukan koordinasi yang terpadu antara pemerintah kabupaten dan provinsi dengan melibatkan para penegak hukum.

“Hal ini sangat diperlukan, dikarenakan keberadaan PETI menimbulkan berbagai dampak negatif sepeti kehilangan penerimaan pemerintah daerah, kerusakan lingkungan, kecelakaan tambang, iklim investor yang tidak kondusif, kerawanan sosial serta pelecehan hukum,”tandasnya. (ing/rm)

LEAVE A REPLY